Jumat, 14 Desember 2012

KARANTINA PERTANIAN WILKER SAPE MENGGALANG NTB TETAP BEBAS RABIES (07 Desember 2012)

Penulis: Drh. Amirullah Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar Wilker Pelabuhan Penyebrangan Ferry Sape Email: ame_vet08@yahoo.com Blog: amirdrh.blogspot.com
Rabies adalah penyakit prioritas kedua setelah flu burung [7]. Serangan rabies dapat dikatakan bersifat laten dan sangat rentan terutama bagi wilayah-wilayah di Indonesia yang masih bebas. Apalagi posisi NTB adalah posisi pulau yang terancam oleh dua buah pulau yang endemis rabies seperti pulau Bali dan Flores yang telah banyak memakan korban akibat keganasan penyakit rabies. Hingga tahun ini sudah ada 9 provinsi di Indonesia bebas rabies salah satunya adalah provinsi NTB dan masih ada 24 provinsi yang terus diupayakan agar bebas rabies hingga 2020. Dan Asean telah membuat agenda yaitu : Zoonosis Free Asean 2020 dan ditindaklanjuti dengan Kerjasama Asean untuk capasity building [6]. Dan NTB harus meraih agenda itu. NTB sebagai daerah tujuan wisata nasional dan internasional, jelas harus memperhatikan dampak rabies yang dapat sangat luas, ditinjau dari aspek kesehatan, sosial, dan budaya, sampai pada keamanan dan ketertiban masyarakat, jika hal ini akan terjadi maka itu menjadi ancaman tersendiri pada menurunnya pendapatan penduduk Provinsi NTB akibat menurunnya jumlah kunjungan wisatawan. Hasil penelitian secara ilmiah, bahwa faktor pemicu munculnya kasus rabies baru didaerah yang sebelumnya bebas historis adalah karena adanya dinamika perdagangan antar pulau dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat untuk berburu antara pulau, hobis anjing, dan lain-lain yang berhubungan dengan lalulintasnya, Seperti di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada September 1997 dimana rabies ditularkan melalui anjing yang dibawa sebuah kapal penangkap ikan dari Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, hal itu dapat dibuktikan dengan adanya kesamaan genetik diantara kelompok genetik besar virus-virus yang bersirkulasi didaerah endemik sebelumnya [1], begitu juga dengan prediksi kejadian yang terjadi dipulau bali semuanya bersumber dari kebiasaan-kebiasaan seperti diatas. Jika ada 1 (satu) anjing yang telah terpapar/tertular oleh penyakit rabies baru terdeteksi, wajib kita berprasangka bahwa kemungkinan anjing tersebut telah menggigit anjing, kucing, atau manusia yang lain. Apalagi jika ada satwa liar juga yang tertular, dapat dipastikan rabies akan sulit dikendalikan. Dan perlu diingat bahwa masa inkubasi penyakit dari sejak digigit sampai muncul gejala klinis/ keluar tanda-tanda sakit terpapar rabies sangat berragam, paling cepat 1-2 minggu, bisa berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun. Bahkan air liur anjing yang belum sakit itu bisa jadi sudah penuh dengan virus yang siap ditularkan. Sehingga dengan demikian wilayah tersebut tinggal menunggu waktu outbreaknya. Jadi bersiap-siaplah dengan kegiatan yang merepotkan hampir semua sektor kehidupan [2]. Jika ditelusuri tidak sedikit hewan pembawa rabies (HPR) seperti anjing, kucing, monyet, dan bahkan kelelawar di NTB. Bahkan beberapa kelompok monyet dan kelelawar menjadi obyek wisata yang selalu ramai pengunjung. Akan tetapi anjing tetap menjadi vektor utama virus rabies. Namun sekalipun peluang sebagai pembawa dan penyebar rabies jauh lebih kecil, HPR yang lain seperti kucing, monyet, dan kelelawar harus tetap mendapat pengawasan karena faktor resiko pasti ada, meskipun rabies memang pernah dilaporkan ditularkan oleh kucing, tetapi hewan ini kurang dominan sebagai karier rabies, karena bio-ekologi yang tidak seluas anjing, serta hewan ini memperolah rabies dari anjing. Sedangkan monyet, meskipun mungkin saja terjadi, tetapi laporan rabies pada kera yang hidup alami tidak ada sama sekali [2]. Menjadi pelajaran berharga bagi kita, bahwa kejadian penahanan sekian banyak anjing dipelabuhan penyebrangan ferry sape sebagian besar dilakukan oleh oknum supir truk fuso yang berasal dari flores. Bahkan ada oknum yang terlibat menjadi pebisnis/jual beli daging anjing dan anjing hidup. Data Karantina Pertanian Wilker Pelabuhan Sape 3 bulan berturut-turut telah menjaring beberapa anjing yang berasal dari daerah Surabaya dan Denpasar, dan terakhir telah dimusnahkan tanggal 4 November tahun 2012 kemarin berasal dari Denpasar. Oleh karena itu pada tanggal 07 Desember 2012 Karantina Pertanian Wilker Pelabuhan Sape melakukan penggalangan/sosialisasi turun kelapangan secara langsung dengan memberikan brosur/leaflet kepada setiap supir truk yang ada di areal parkir pelabuhan sape dan menempel poster rabies sebagai early warning system dan juga sebagai bentuk Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KEI) sistem Karantina Pertanian kepada masyarakat agar bersama-sama mencegah masuk, keluar dan tersebarnya penyakit rabies lebih-lebih HPR yang berasal dari daerah endemis rabies. Disisi lain perlu dilakukan kerja sama yang benar-benar kuat dengan menjunjung tinggi komitmen antara instansi terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang terbentuk dalam sebuah Tim Pengawas NTB Bebas Rabies seperti Dinas Perhubungan Laut (ASDP), Dinas Perhubungan Darat, Polisi KP3 dipelabuhan, Dinas Peternakan, lebih-lebih instansi Karantina Pertanian sebagai garda terdepan untuk melakukan pengawasan dan atau sweeping terhadap setiap truck yang melintas keluar masuk pelabuhan yang dimulai dari pelabuhan lembar hingga pelabuhan sape, demikian sebaliknya, jika tidak segera dilakukan hal tersebut, maka bukan tidak mungkin NTB yang menjadi kebanggaan dengan bebas rabiesnya akan ternoda juga, dan NTB dengan program sektor pariwisata, serta program-program unggulannya sesaat hanya menjadi judul saja. Tindakan pencegahan ini perlu dipertimbangkan, karena hampir HPR (anjing) yang terjaring oleh petugas karantina dengan polisi KP3 pelabuhan ferry sape (tim terpadu pengawas keluar masuk komoditi pertanian salah satunya HPR (anjing)) adalah berasal dari daerah Denpasar, Surabaya, Dompu (berdasarkan pengakuan oknum), akan tetapi pada hakikatnya kita tidak tahu asal sebenarnya anjing tersebut. Bahkan tindakan penolakan yang dilakukan oleh Karantinapun kadang menjadi sebuah dilema, karena para oknum sewaktu-waktu mencari titik lemah petugas karantina (hari ini ditolak besoknya dibawa dengan cara yang lain), lalu lintas hewan penular rabies (HPR) antar daerah bahkan dari daerah tertular ke daerah bebas sulit diawasi dan persyaratan karantinapun sering dilanggar [3]. Oleh karena itu sosialisasi dan penerapan kebijakan harus terus dilakukan dan diingatkan secara meluas dan mendalam serta tepat sasaran. Jangan terlena jika ingin terus bebas dari masalah penyakit yang mematikan, merusak sektor dan program vital daerah NTB dan berpengaruh buruk terhadap psikologi masyarakat NTB pada umumnya. Pencegahan dan sosialisasi rabies di NTB harus berjalan efektif dan efisien dan harus menyentuh akar kehidupan budaya suku di NTB. Biar bagaimanapun harus juga disadari banyak pihak, bahwa rabies bukan penyakit biasa dan jika terjadi maka dampaknya akan luas. Sehingga kesadaran masyarakat untuk mendukung NTB tetap bebas rabies sangat diharapkan. Lebih-lebih pemerintah NTB sendiri harus menjadi motor dalam usaha NTB tetap bebas rabies dan mencapai agenda Zoonosis Free Asean 2020. Referensi: [1] Tri Satya Putri Naipospos (2010) Rabies dan budaya suku di Indonesia. http://www. Blogveterinerku.com. rabies-dan-budaya-suku-di-indonesia.html [2] Mahardika I. G. N., Putra A. A. G. dan Dharma D. N. (2009). Tinjauan Kritis Wabah Rabies di Bali: Tantangan dan Peluang. http://www.mail-archive.com/hindu-dharma@itb.ac.id/msg20271.html [3] Soeharsono (2008). Mengatasi wabah rabies di Bali. Pusat Kesehatan Hewan. http://www.vet-klinik.com/Berita-Pets-Animals/Mengatasi-wabah-rabies-di-Bali.html [4] Wera E. (2008). Rabies di Flores, akankah berakhir? http://genetika21.wordpress.com/2008/11/19/rabies-di-flores-akankah-berakhir/ [5] Yurike dan Sapto (2009). Penyebaran rabies di Indonesia. http://www.keswan.ditjennak.go.id/artikeldetail.php?pid=7&id=1 [6] http://news.okezone.com/read/2011/09/28/340/508300/24-provinsi-indonesia-endemi-rabies [7] http://news.okezone.com/read/2010/08/13/337/362764/penanggulangan-rabies-jadi-prioritas

Rabu, 05 Desember 2012

ESQ dan OUT BOND SKP Kelas I SUMBAWA BESAR


Rabu, 28 November 2012 01:44 | Terakhir Diperbaharui pada Rabu, 28 November 2012 03:31 | Ditulis oleh DRH.Amirullah
Pada tanggal 12-13 November tahun 2012 Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar melaksanakan kegiatan ESQ diaula kantor SKP dan sehari kemudian dilanjutkan dengan kegiatan outbond di pantai Baru bekerja sama dengan Outbond organizer event “ALIFA OUTBOND” dan diikuti oleh seluruh pegawai lingkup SKP Kelas I Sumbawa Besar. Emosional Spiritual Quetient (ESQ) merupakan kegiatan/aktivitas untuk mengasah kecerdasan emosi,dan kecerdasan spiritual. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka membangkitkan semangat intelektual dan emosional yang terkontrol melalui semangat dan kecerdasan spiritual pegawai lingkup SKP Kelas I Sumbawa Besar, sehingga kemampuan bekerja dan menjalankan tugas serta tingkahlaku baik secara lahir maupun bathin selalu tertata dengan baik dalam pandangan spiritual kita. Dengan ESQ, akan mengajarkan kita, bahwa yang tertinggi, terbesar dan termulia hanyalah Tuhan, bukan kita dengan ego kita, bukan kita dengan jabatan kita, bukan kita dengan harta kita. Nilai- nilai yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan kerja maupun dilingkungan sosial kita adalah nilai-nilai keTuhanan (spiritual) sehingga perilaku kita senantiasa ada dalam kejujuran, bertanggungjawab, kreatif, inspiratif, bijaksana, disiplin , komitmen dan bekerja keras, membuang jauh-jauh egoisme dan rasa tinggi hati kita dan lain-lain. Dengan kegiatan ESQ kita berharap, kita bisa memahami, mengembangkan serta membangkitkan semangat diri dalam memimpin,mengelola diri sebagai manusia yang unggul, potensial, professional dari sisi intelektual, emosional dan spiritual sehingga kita bisa sukses dunia dan akhirat. Pelaksanaan outbond sebagai upaya penyegaran, penyatuan jiwa raga lahir dan bathin diantara peserta out bond juga diantara peserta outbond dengan alam bebas, sehingga interaksi dan penyesuaian diri tercipta dengan cepat. Pelaksanaan outbond dipandu oleh instruktur dari outbond event, dengan membagi beberapa tim (kelompok) untuk berpacu dalam menjadi yang terbaik, dan didukung oleh semangat kepala SKP Kelas I Sumbawa Besar Drh. Maton Hernowo yang ikut dalam permainan, mengobarkan semangat masing-masing peserta yang lain meski ditengah terik matahari dan rendaman air berlumpur. Sehingga dapat dilihat kebersamaan yang kuat dan terasa menyatu diantara peserta outbond.
Banyak manfaat dan hikmah yang bisa dipetik dari kegiatan out bond tersebut, antara lain: kekompakkan dan kerjasama yang baik dalam tim, keterbukaan, membuang ego masing-masing dan mementingkan kelompok, mengasah kemampuan dan kecepatan serta ketepatan berpikir dan bertindak, mengasah kreatifitas, kepatuhan, displin, sehingga tercipta keberhasilan kerja tim yang efektif dan efisien yang tepat sasaran diutamakan, selain itu kegiatan out bond juga mendidik kita menjadi berani, mampu berpikir kreatif dalam memecahkan/menyelesaikan suatu permasalahan dalam melewati berbagai macam rintangan yang dihadapi, dan yang lebih penting juga meningkatkan kesehatan jiwa dan raga. Relevansi permainan dalam kegiatan out bond yang telah dilaksanakan dengan pekerjaan dan aktivitas perkarantinaan adalah membangun semangat tahun 2012 sebagai tahun kerja untuk menuju reformasi birokrasi, semangat disiplin dan tanggungjawab pegawai, keterbukaan/transparansi dalam kebijakan dan birokrasi. Dan yang lebih dekat lagi adalah membangun semangat dan motivasi pegawai lingkup SKP Kleas I Sumbawa Besar untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, menigkatkan kerja keras untuk memperkuat /mempertahankan wilayah NTB umumnya, Sumbawa Khususnya dari ancaman masuk, keluar dan tersebanya beberapa jenis Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPTK), melindungi keamanan sumber daya hayati yang ada diwilayah republik Indonesia. Terutama tetap bekerja keras dengan semangat tinggi mempertahankan NTB tetap bebas Rabies. Sehingga harapan nyata dari kegiatan ESQ dan outbond adalah menyadarkan kita semua bahwa pekerjaan yang kita hadapai adalah pekerjaan yang tidak mudah dan tidak ringan, akan tetapi mempunyai tanggug jawab moral juga dihadapan Tuhan. Oleh karena itu kita harus tetap menjadi yang jujur, bijaksana, melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai ibadah yang ikhlas, terbaik, terkuat. Bangga menjadi kuat dan terbaik, bangga menjalankan tugas dan fungsi perkarantinaan sebagai garda terdepan yang tangguh dan professional dan terpercaya, dan diberkahi oleh Tuhan.
Dipuji jangan bangga, ditegur/dikritik jangan patah semangat, tetap berjiwa besar dan bertanggungjawab menjalankan tugas sebagai karantinawan dan karantinawati sejati untuk mencegah, melindungi dan menjadi bagian dari penyelamat negeri dari ancaman HPHK dan OPTK, melindungi sumber daya hayati hewani dan tumbuhan serta menjadi benteng pertahanan NTB BEBAS RABIES…….. SKP Kelas I Sumbawa Besar Tetap Jaya!!!!!!! Penulis: Drh. Amirullah. (Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian Keals I Sumbawa Besar)

Minggu, 14 Oktober 2012

PEMANTAUAN PELABUHAN TIDAK RESMI (Pelabuhan Rakyat) OLEH KARANTINA PERTANIAN DI WILAYAH KERJA SAPE

Karantina Pertanian Wilker Sape merupakan salah satu dari 8 (delapan) Unit Wilayah kerja dari lingkup Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas I Sumbawa Besar yang berlokasi di Badas, Sumbawa Besar yang merupakan induk dari Wilker-wilker Karantina Pertanain yang ada dipulau Sumbawa. Pelabuhan resmi merupakan pelabuhan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam sebuah Surat Keputusan (SK) sebagai tempat utama lalulintas segala komoditi pertanian (hewan maupun tumbuhan) seperti pelabuhan udara (bandara), pelabuhan laut seperti pelabuhan laut ferry/ kapal-kapal besar seperti kapal yang melintas antara daerah/ pulau diwilayah perairan Republik Indonesia maupun yang melintas antara Negara. Pada pelabuhan resmi sudah terdapat infrastruktur, unsur-unsur fisik pendukung dan terdapat minimal beberapa institusi pemerintah yang bertugas didalamnya seperti, Karantina Pertanian, KP3, Polair, Syahbandar, Beacukai, Pelindo dan lain-lain. Sedangkan pelabuhan tidak resmi identik dengan pelabuhan rakyat, dan merupakan jenis pelabuhan yang belum masuk dalam ketentuan/ketetapan pemerintah Badan Karantina Pertanian dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia dan tidak ditempati/dijaga oleh unsur-unsur pemerintah. Dilingkup Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas 1 Sumbawa Besar terdapat lebih dari 40 lokasi pelabuhan tidak resmi, diantaranya diwilker Karantina Sape ada di Papa, Soro (lambu), Bajo pulo, lawu dan Nanga pambu, Lamere, Poja, Natu, Nciri, Tengge, hingga pesisir wera. Pemantauan dipelabuhan tidak resmi tetap akan terus dilakukan setiap tahun pada waktu yang tidak ditentukan, terlebih-lebih ketika ada informasi bahwa dipelabuhan rakyat tersebut sering digunakan untuk bongkar muat komoditi pertanian baik hewan maupun tumbuhan. Pengawasan terhambat hanya karena jumlah personil karantina yang terbatas sehingga pengawasan terhadap seluruh pelabuhan yang tidak resmi diwilayah kerja karantina sape belum optimal. Akan tetapi pelabuhan tidak resmi tersebut akan tetap dijaga/diawasi/dimonitor Meskipun tidak tetap didatangi oleh kapal besar maupun kecil karena pada suatu kondisi tertentu bisa saja dapat digunakan untuk membongkar/muat suatu jenis komodi pertanian (hewan/tumbuhan) baik komoditi yang diijinkan lebih-lebih komoditi yang dilarang (illegal). Sehingga diharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat umum untuk dapat bekerja sama dan melaporkan kepada petugas karantina terdekat jika terdapat kecurigaan terhadap bongkar muat komoditi pertanian di pelabuhan yang tidak resmi tersebut. Hal ini penting karena penyebaran/ penularan penyakit hewan/tumbuhan sangat bisa terjadi melalui pelabuhan yang tidak resmi, dan beberapa penyakit hewan seperti rabies, flu burung sering dicurigai masuknya melalui pelabuhan tidak resmi yang tidak dijaga oleh petugas karantina sehingga nelayan yang pulang dari berlayar/mencari ikan dipulau lain yang telah tertular penyakit (endemis) Rabies (anjing) ataupun flu burung (Unggas/Ayam/burung) dapat leluasa membongkar/mengeluarkan kedarat untuk dipelihara maupun untuk dijual, terutama dihimbau kepada masyarakat pesisir pantai (nelayan) yang senang berburu babi, menjangan/rusa/kijang didaerah timur (Flores (NTT)) dengan menggunakan anjing yang kemudian membawa pulang anjingnya. Dikhawatirkan anjing yang telah masuk kedaerah endemis (tertular) telah berkelahi dengan anjing didaerah setempat, atau mengigit binatang yang telah tertular penyakit rabies, dan kemudian membawa pulang anjingnya. Hal itu perlu diwaspadai karena apabila anjing tersebut telah tertular penyakit rabies. Kalau ini terjadi maka warga kita akan direpotkan dengan penyakit yang mematikan tersebut (rabies). Begitu juga halnya dengan penyakit flu burung. Karantina Pertanian hanya berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga agar tidak terjadi masuk, keluar dan tersebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) diseluruh wilayah daratan Republik Indonesia pada umumnya dan wilayah/ daerah Sape, Bima, Sumbawa pada khususnya. Akan tetapi usaha petugas pemerintah (karantina Pertanian) tidak akan terwujud tanpa bantuan masyarakat dengan kesadarannya, karena hal ini bukan hanya untuk kepentingan karantina melainkan untuk kepentingan, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan kita semua.
Penulis: Drh. Amirullah Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas I Sumbawa Besar Wilayah Kerja Pelabuhan Penyebrangan Ferry Sape Email : ame_vet08@yahoo.com

KARANTINA PERTANIAN WILKER SAPE TERUS TINGKATKAN PENGAWASAN LALU-LINTAS HEWAN PENULAR RABIES (HPR)

Berkali-kali hingga puluhan ekor anjing dari daerah wabah telah terjaring oleh Petugas Karantina Wilayah Kerja (Wilker) Ferry Sape dan semua telah dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku, seperti baru-baru ini dalam dua bulan terakhir Karantina Wilker Pelabuhan Penyeberangan Ferry Sape, lingkup Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar melakukan penahanan sekaligus pemusnahan terhadap anjing yang merupakan sumber penular penyakit rabies. Pada penahanan pertama tanggal 07 Juli 2012 anjing itu berasal dari Surabaya sejumlah 1 ekor (anakan), sedangkan penahanan yang kedua tanggal 30 Agustus 2012 dimana anjing tersebut berasal dari Denpasar sejumlah 3 ekor (anakan). Dalam kronologi kejadian, proses pengangkutan anjing tersebut dilakukan dengan modus yang sama yaitu dibawa oleh oknum sopir dengan menggunakan alat angkut truck fuso ditaruh dibelakang jok sopir. Setelah dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur tindak karantina menurut Undang-undang No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan, serta Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.33b/kps/PD.670.370/L/12/06 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindak Karantina Hewan Terhadap Lalu-lintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (HPR) seperti Anjing, kucing, Kera dan hewan sebangsannya. Maka dilakukan penahanan terhadap Anjing tersebut karena tidak dapat menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan dan persyaratan tidak dapat dipenuhi serta terbukti hewan berasal dari daerah wabah rabies atau melintas daerah rabies, kemudian dengan waktu yang ditentukan dilakukan pemusnahan terhadap anjing tersebut.
Pemusnahan anjing dilakukan di kantor Karantina Pertanian Wilker Pelabuhan Penyeberangan Ferry Sape Jl. Raya TPI Desa Bugis, Kecamatan Sape Kabupaten Bima pada tanggal 6 September 2012 yang disaksikan oleh anggota Koramil sape, Kepala UPT Dinas Peternakan merangkap Kepala Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Kecamatan Sape Kabupaten Bima, serta anggota masyarakat. Bahkan pada bulan September 2011 terjadi dua kali penangkapan masing-masing 9 ekor (15 September 2011) dan 11 ekor (28 September 2011) dan sejumlah anjing tersebut dibawa untuk tujuan diperdagangkan/konsumsi. Kemudian tanggal 26 Oktober 2011 terjaring 2 ekor anjing, serta tanggal 21 November 2011 terjaring 2 ekor juga dan semuanya telah dimusnahakan dan juga disaksikan oleh polisi KP3 pelabuhan ferry sape. Pemusnahan Anjing ini sebagai upaya untuk menjaga agar Penyakit Rabies yang sedang mewabah di Bali dan Flores tidak masuk ke Pulau Sumbawa khususnya dan NTB mumumnya. Terhadap oknum sopir diberikan pembinaan untuk tidak mengulang lagi perbuatan tersebut, karena sopir tersebut mengaku hanya dititipi seseorang dan tidak mengetahui kalau membawa anjing dari daerah wabah rabies dilarang menurut aturan dan sopir tersebut berjanji untuk tidak mengulangi lagi.
Dengan kejadian itu, kedepannya diharapkan kerjasama yang labih erat dan lebih baik diantara insitusi pemerintah yang ada, tokoh masyarakat dan diharapkan terus mendukung tugas karantina pertanian sebagai garda terdepan dalam pengawasan lalulintas Hewan Penular Rabies (HPR) disetiap pintu pemasukan dan pintu pengeluaran diseluruh wilayah Nusa Tenggara Barat pada umumnya dan Pulau Sumbawa pada khususnya. Diharapkan pula kepada siapapun yang berkepentingan untuk melalu-lintaskan segala komoditi pertanian dan peternakan beserta produknnya untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan tanpa memandang bulu demi kebaikan, kemaslahatan, kesehatan dan keselamatan bersama. Karena NTB diapit oleh daerah yang sedang terjadi wabah rabies yaitu Bali dan Flores, maka usaha mempertahankan NTB untuk tetap bebas Rabies bukan saja dibebankan pada Petugas Karantina melainkan tugas seluruh elemen masyarakat Se-NTB umumnya dan masyarakat Pulau Sumbawa khususnya. Sesuai dengan surat edaran Gubernur NTB melalui Dinas Perternakan Propinsi NTB No; 524/3337/Disnakwan tanggal 03 Oktober 2011, Tentang Penghargaan Daerah Bebas Rabies dengan inti surat adalah himbauan agar terus mempertahankan NTB tetap bebas Rabies, dimana lalulintas media pembawa penyakit Rabies dilarang masuk ataupun melintas diwilayah NTB. Jangan terlena karena penyakit Rabies tetap mengancam kita!!!! (Penulis: Drh. Amirullah) Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian (SKP) I Sumbawa Besar Email: ame_vet08@yahoo.com

PENANGANAN KASUS FLU BURUNG DI NTB

Flu burung merupakan penyakit hewan menular yang menyerang unggas (ayam, itik, bebek, burung), yang disebabkan oleh virus Orthomyxovirus (influenza tipe A) dan merupakan penyakit karantina golongan A1 yaitu penyakit cepat penularannya, mortalitas tinggi dan belum ditemukan obatnya. Flu burung ada dua jenis yaitu : 1) bersifat ganas/Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang dapat menyebar cepat antara kandang, menyerang berbagai organ tubuh unggas, dan kematian mencapai 100% dalam waktu 48 jam; 2) bersifat tidak ganas Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) gejalanya ringan dan jarang teramati. Selain unggas virus AI diketahui mampu menginfeksi hewan mamalia seperti kuda, kucing, sapi dan jenis lainnya serta mamalia air, tanpa harus menunjukkan gejala klinis yang berarti. Khusus untuk hewan babi, hewan ini dinyatakan sebagai “mixing vessel” virus ini, berperan sebagai tempat reasortment gen dalam pembentukan virus AI baru. dan manusia dapat tertular tergantung jenis dan sifat virus serta tingkat ketahanan manusia itu sendiri, semakin tinggi imunitas yang dimiliki maka virus akan semakin sulit untuk masuk kedalam tubuh unggas dan manusia dan sebaliknya. Lama masa inkubasinya mulai masuk kedalam tubuh unggas sampai timbul gejala klinis/mati yaitu selama beberapa jam hingga 21 hari. Penyakit flu burung sangat mirip dengan penyakit Newcastel Diseases (ND)/Tetelo pada unggas. Flu burung menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar, kerugian ini berupa kematian unggas yang tinggi, penurunan produksi, biaya pengobatan, nilai produk peternakan yang rendah dan gangguan aktivitas perdagangan bahan makanan asal unggas daging dan telur. Dicurigai flu burung apabila terlihat kematian yang tinggi dan cepat pada peternakan atau pada suatu daerah. Kematian bisa bertahap dalam jumlah 2-3 ekor/hari bisa juga sangat cepat tanpa menunjukan gejala klinis. Tanda-tanda unggas terserang flu burung : jengger berwarna biru keunguan, mengeluarkan cairan dari mata dan hidung, pembengkakkan pada muka dan kepala, diare, batuk-batuk dan bersin, dan terjadi kematian sangat cepat dalam kelompok. Pada manusia yang menunjukkan suspect flu burung (virus H5N1) apabila ada gejala flu, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, sakit kepala, demam tinggi (> 38° C), selang beberapa menit pada pemeriksaan suhu tubuh lanjutan mencapai 39-40 oC, dalam waktu singkat dapat menjadi berat dengan gejala sesak nafas karena radang paru dan dapat menyebabkan kematian. Flu burung pada manusia harus dilakukan pemeriksaan dengan dengan VCR (visual conversion reaction) yang dapat menentukan ada atau tidak virus flu burung (H5N1) ditubuh manusia yang terpapar dan sembuh tergantung dari tingkat kekebalan (imunitas) dan tergantung banyak sedikitya jumlah virus yang masuk kedalam tubuh manusia itu sendiri. Manusia dapat tertular virus flu burung melalui kontak dengan kotoran unggas terinfeksi, dan dapat juga diperantarai oleh lalat yang sudah menghinggap diatas kotoran unggas yang terinfeksi kemudian lalat terbang kemana-mana dan akhirnya hinggap pada manusia/ makanan manusia (tanpa sadar), dapat juga menghirup virus yang disebarkan oleh unggas yang terinfeksi ketika sedang bernafas, dan perlu diperhatikan bahwa anak kecil dan ibu hamil harus menghindari unggas yang sakit tersebut. Penyakit Flu burung menjangkiti hewan lain melalui perdagangan unggas (ayam, itik, bebek, burung), tempat pemotongan unggas yang terkonatminasi, kendaraan/alat angkut unggas, rak telur terkontaminasi, anjing-anjing yang membawa bangkai unggas yang mati mendadak ketempat lain.
Penyakit flu burung ini telah menyebar keseluruh wilayah Republik Indonesia sejak terjangkitnya pada tahun 2003, hanya Daerah Maluku Utara saja pada saat ini masih dinyatakan bebas dari penyakit flu burung. Penyakit ini adalah penyakit yang sulit dibendung penyebarannya karena hampir semua negara di dunia ini sudah dinyatakan tertular hanya Negara Australia dan Selandia Baru yang dinyatakan masih bebas. Penularan penyakit ini sangat tergantung dengan lalu-lintas unggas dan bahan bahan asal unggas dari daerah wabah menyebar ke daerah yang masih bebas, selain itu juga melalui migrasi burung liar dari satu tempat wabah ketempat yang bebas, dari Pulau wabah ke pulau yang bebas, migrasi burung ini sangat berperan penting dalam penyebaran flu burung. Dari burung bermigrasi antar daerah/pulau ini menyebarkan penyakit ke daerah bebas melalui kotoran yang yang terbawa saat bermigrasi sehingga kotoran tersebut jatuh diareal peternakan, atau burung liar tersebut berinteaksi dengan burung lokal maka migrasi unggas liar antar area, pulau, bahkan benua yang tidak dapat di bendung ini menyebabkan penyebaran penyakit flu burung cepat dan luas cakupannya.
Dalam penanganan dan pengendalian penyebaran kasus flu burung ada beberapa elemen yang harus berperan diataranya adalah: 1) Eleman masyarakat, Keberhasilan dalam pengendalian dan penanganan kasus flu burung adalah adanya kesadaran masyarakat dalam mendukung kegiatan pemerintah seperti mentaati peraturan yang ditetapkan dan mengikuti kegiatan sosialisasi dari pemerintah daerah setempat, sangat penting juga memahami, mentaati aturan operasionalisasi perkarantinaan (lalulintas media pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)). Dengan timbul dan adanya kesadaran masyarakat untuk memahami, dan mengerti serta memikirkan dampak-dampak negatif yang akan muncul, bisa dipastikan dampak-dampak negatif yang bersifat merugikan sosial ekonomi baik secara individu maupun kemasyarakatan bisa diminimalisasi bahkan sama sekali tidak berarti. Pemahaman yang harus dibagun dari diri masyarakat/pelaku bisnis adalah dengan mentaati aturan-aturan administrasi hingga teknis yang dipersyaratkan pemerintah. Kecurigaan terhadap flu burung pada kematian ayam dilapangan dapat dilakukan dengan uji lapangan rapid test/uji cepat yaitu dalam waktu sekitar seperempat jam sudah dapat dipastikan penyebabnya diduga flu burung dan apabila hasil tes cepat tersebut hasil positif maka harus dilakukan uji laboratorium terhadap sampel tersebut untuk bisa memastikan bahwa penyebabnya flu burung atau bukan, akan tetapi meski belum dapat diperoleh kepastian hasil laboratorium, namun peternak/pemilik unggas apabila terjadi kematian unggas yang mencurigakan/mendadak (tiba-tiba), harus segera melapor kepada RT/RW, Kepala Desa, petugas Dinas Peternakan setempat untuk mendapatkan tindakan penanganan sesuai dengan peraturan dan petunjuk teknis penanganan flu burung, dengan tujuan untuk mengamankan anggota keluarga dari resiko virus flu burung serta tidak tertular ketetangga sekitar. Untuk diperhatikan agar jangan membuang unggas (ayam, itik, bebek, burung) yang mati ke sungai, unggas yang mati harus dikubur dan dibakar, unggas-unggas yang terlihat sakit harus dimusnahkan jika ingin terbebas dari virus flu burung, karena unggas yang sakit itu adalah telah memiliki virus flu burung dan jika mata rantai virus flu burung tidak dipotong, maka produksi virus flu burung akan semakin banyak, virus terus diproduksi dalam tubuh unggas. Lagi pula meskipun ayam masih terlihat sedikit sakit, cepat atau lambat akan mati, jangan berpikir sayang dan dapat diobati. Karena kalau mempertahan ayam yang terlihat sakit untuk terus hidup sama saja artinya memelihara penyakit yang berbahaya untuk manusia. Sedangkan unggas yang terlihat sehat dapat dibiarkan hidup sepanjang ditempatkan dikandang yang tertutup tanpa ada kontak dengan hewan sakit dan kandang yang terkontaminasi. Jika ada anggota keluarga yang sejarah sebelumnya pernah melakukan kontak dengan unggas (ayam, itik, bebek, burung) yang sakit, kemudian menderita demam tinggi/mengalami masalah pernafasan, harus segera dibawa kepuskermas untuk mendapatkan tindakan. (Biro Hukum dan Humas Kementan). Biasakan diri dan keluarga untuk hidup sehat dan setiap kali harus menyentuh unggas/produknya (telur, bulu, daging) harus mencuci tangan dengan sabun/deterjen setelah itu. 2) Elemen Kesehatan Hewan (Dinas Perternakan segenap jajarannya) berperan memetakkan daerah sebar penyakit flu burung dan untuk terus mensosialisaikan dampak penyakit flu burung kemasyarakat umum melalui media massa (koran, radio, televisi), brosur, leaftlet, poster dll, seminar, workshop, rapat-rapat, arisan PKK, dan lain-lain. Demikian juga petugas Paramedik dan Dokter Hewan peternakan setempat agar segera mengunjungi peternakan/tempat kejadian berdasarkan laporan warga dan harus bertindak cepat dengan maksud untuk melokalisir wilayah terjangkit agar tidak menulari unggas-unggas yang lain, mencegah infeksi kepada manusia, kemudian mengambil sampel, memberikan tindakan yang tepat, melakukan desinfeksi (penyemprotan desinfektan) sehingga dapat mempersempit penyebaran penyakit tersebut, karena tindakan pengendalian harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil laboratorium, jika dipastikan penyakit tersebut (positif flu burung), maka tindakan harus dipertahankan, serta diperluas dan sebaliknya jika hasil laboratorium negatif flu burung maka tindakan dihentikan, kemudian dilakukan vaksinasi pada unggas sehat, sesuai dengan Juklak dan Juknis dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Dinas Peternakan Propinsi (Biro Hukum dan Humas Kementan). 3) Elemen Kesehatan Manusia (Dinas Kesehatan segenap jajarannya) flu burung merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan yang dapat menular ke manusia dan bisa menimbulkan kematian, maka Dinas Kesehatan segenap jajarannya berperan terhadap penanganan kesehata manusia yang diduga atau terjangkit virus flu burung yang tertular dari unggas sakit. Memberikan sosialisasi terhadap masyarakat akan hidup sehat, memilih daging atau telur yang sehat untuk dikonsumsi. Sosialisasi terhadap kesadaran masyarakat akan sanitasi rumah atau lingkungan sekitar, apalagi bila ada yang memelihara unggas, mencuci tangan apabila sesudah memegang unggas, apalagi setelah kontak dengan unggas sakit atau mati. Segera periksa ke Puskesmas atau Rumah sakit bila ada gejala flu setelah kontak dengan unggas sakit. Puskesmas di daerah wabah harus siap dengan obat-obatan pertolongan pertama terhadap kasus suspect flu burung yaitu Tami flu misalnya, dan juga disiapkan Rumah sakit rujukan khusus penderita suspect flu burung. Dengan kesiagaan tersebut maka kasus flu burung yang menular kemanusia akan dapat teratasi dengan baik dan dapat diminimalkan korbannya. 4) Elemen Karantina Pertanian, Karantina Pertanian sebagai pengawas/penjaga pintu lalu-lintas komoditas media pembawa unggas (ayam, bebek dan burung) untuk mencegah keluar-masuk dan tersebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) perlu selalu ditingkatkan. Dalam hal ini Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar akan berusaha semaksimal mungkin untuk membendung arus lalu-lintas komoditas media pembawa penyakit flu burung (unggas) yang masuk-keluar melalui pintu pemasukan/pengeluaran pelabuhan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan berkoordinasi dengan Karantina tempat pemasukan dan pengeluaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) lain di lingkup Badan Karantina Pertnaian di seluruh Wilayah Republik Indonesia, serta sepenuhnya mendukung kegiatan pengendalian kasus flu burung dipulau Sumbawa. Sesuai dengan misi karantina pertanian mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina dan memfasilitasi perdagangan agribisnis dan produk pertanian. Sehingga segala urusan perdagangan agribisnis (khususnya unggas dan produknya) yang hendak dilalu-lintaskan baik yang dimasukkan kedalam, dibawa/dikirim antara area/daerah, dimohon dengan kesadaran bagi pemilik/pembawa media pembawa agar mentaati aturan operasional perkarantinaan dengan melengkapi : dokumen (sertifikat kesehatan Negara/Daerah asal) yang dipersyaratkan, melalui pelabuhan resmi, dan wajib melaporkannya kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UU No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Tumbuhan, PP No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan). Karantina Pertanian menjamin kesehatan unggas dan produknya yang dilalu-lintaskan apabila dilaporkan dan melalui pemeriksaan sesuai prosedur karantina. Prosedur operasionalisasi perkarantinaan untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya hama dan penyakit hewan dan organisme pengganggu tumbuhan, dan untuk menjaga keselamatan, kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, serta menjamin keamanan produk pertanian dari hama dan penyakit (mikroorganisme) yang berbahaya bagi kesehatan serta keamanan sumber daya hayati dan hewani didaerah/diarea kita diwilayah Republik Indonesia. Maka dari itu diperlukan kesadaran masyarakat untuk melaporkan hewan, bahan asal hewan yang akan dilalu-lintaskan antar pulau terutama dari daerah yang terjadi wabah penyakit yang dilalu-lintaskan masuk ke Pulau Sumbawa. Terjaganya Pulau Sumbawa dari masuk tersebarnya hama penyakit hewan mustahil akan terwujut apabila tidak di dukung peran serta dan kesadaran masyarakat terhadap aturan-aturan perkarantinaan tersebut. 5) Elemen Akademisi, akademisi sangat dibutuhkan untuk meneliti dan menelaah mengenai penyakit flu burung yang masih banyak misterinya, sehingga diketahui kajian-kajian ilmiahnya menemukan cara pengobatan, pemberantasan maupun vaksinasi yang efektif dan efisien terhadap penyakit ini, terobosan-terobosan ini sangat diperlukan petugas medik veteriner dilapangan misalnya cara deteksi yang cepat akurat untuk menentukan bahwa unggas terserang penyakit flu burung akan sangat membantu petugas lapangan untuk cepat mengetahui keberadaan virus ini dan menentukan tindakan yang tepat selanjutnya. Indonesia merupakan negara terbesar korban jiwa yang disebabkan penyakit flu burung sampai November 2011 sebanyak 150 jiwa (Sumber : Kementerian Kesehatan RI), maka terobosan-terobosan untuk menemukan teknik pengobatan baik untuk hewan sakit maupun untuk manusia yang tertular akan dapat menekan jatuhnya korban bak korban harta benda maupun jiwa.
Kebijakan yang menjadi acuan dan yang harus dilaksanakan dalam mengendalikan dan memberantas Avian Influenza (AI) pada unggas yang sedang terjadi wabah di beberapa daerah di NTB adalah terdiri dari : 1) tindakan administratif dan 2) tindakan teknis. 1. Tindakan administratif, yang menjadi acuannya adalah UU No 18 tahun 2009 tentang Kesehatan Hewan; UU No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Tumbuhan; PP No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan; Surat Dirjen Bina Produksi Peternakan NO.5666/PO.610/F5/10/03, Tgl 17 Oktober 2003 Tentang Wabah Penyakit Unggas Menular; Surat Dirjen Bina Produksi Peternakan 4278/SR.140/F.5/07/04 Tgl.30 April 2004 tentang Penetapan Nusa Tenggara Barat sebagai Daerah Tertular Baru AI; Keputusan Gubernur NTB N0.71 Tgl 21 April 2004 Ttg. Penolakan dan Pencegahan Masuknya AI di Prov. NTB; Surat Gub/Wagub NTB Thn 2005-2006 Ttg Kewaspadaan AI. Keputusan Gubernur NTB NO. 94/2007 Ttg Task Force Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Zoonosis AI Dan ANTHRAX. Keputusan Gubernur. NTB NO. 99 A/2007 TTG “ KOMPROV FBPI”; Surat Kadisnak Prov NTB NO.524.3/2791/KESWAN TGL 4 November 2003 Tentang Wabah Penyakit Unggas Menular; Surat Kadisnak Prov. NTB NO.524.3/2894/KESWAN Tgl. 20 November 2003 Tentang Pengaturan Lalin Unggas; Surat Kadisnak Provinsi NTB NO.524.3/2894/KESWAN Tgl. 27 Januari 2004 Tentang Kewaspadaan Penyakit AI; Surat Kadisnak Prov NTB THN. 2005-2006 Tentang Kewaspadaan AI. 2. Tindakan teknis pemberantasan flu burung berpedoman pada lima prinsip dasar dan sembilan strategi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan AI : 5 (lima) prinsip dasar ceg-dal-tas AI yaitu: 1. Cegah kontak hewan peka degan virus, 2. Stop produksi virus AI dengan melakukan desinfeksi, 3. Meningkatkan resistensi hewan dengan melakukan vaksinasi, 4. Menghilangkan sumber penularan virus dengan depoulasi & stamping out, 5. Public awareness dengan penyuluhan, leaflet, brosur, dll; Menjalankan prinsip dasar tersebut dengan 9 strategi Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan AI yaitu: 1. Peningkatan biosekuriti, 2. Surveilans dan penelusuran / tracing, 3. Pengendalian lalin unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas, 4. Vaksinasi, 5. Depopulasi di daerah tertular, 6. Pengisian kandang kembali (restocking), 7. Peningkatan kesadaran masyarakat (Public Awareness), 8. Stamping out, 9. Monitoring dan evaluasi. Kerja sama yang baik diantara elemen-elemen berkepentingan tersebut dan masing masing merasa bahwa kesehatan, kenyamanan, keuntungan, dan kebaikan adalah milik pribadi untuk kebersamaan dapat dijalankan dan disinergikan dengan baik, maka dapat dipastikan kita semua memperoleh hasil yang maksimal dan bisa mencegah dan memberantas penyebaran virus flu burung yang ada diwilayah kita masing-masing. Demi kebaikan bersama, diharapkan kesadaran penuh dari berbagai elemen dengan memperhatikan untuk mengatisipasi dampak negatif yang merugikan orang banyak, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Meski memang tidak mudah dilakukan, namun sebagai manusia kita harus berusaha dan optimis. Tetap semangat! Mari kita berantas Flu Burung! Penulis : Drh.Amirullah Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar Email : ame_vet08@yahoo.com

PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN

          PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN           Bersyukur Kepada Allah SWT, telah diberi kesempatan hidup sebaga...