Drh. Amirullah
Medik Veteriner Karantina Pertanian
Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram
Email: ame_vet08@yahoo.com
Penyakit rabies
merupakan penyakit hewan yang sangat mematikan bagi hewan dan manusia jika
sudah terjangkit, penyakit ini disebabkan oleh virus Rhabdoviridae yang
bersifat akut pada sistem syaraf pusat yang ditularkan melalui luka gigitan dan
air liur anjing yang mengandung virus rabies. Selain anjing sebagai reservoir
utama, kucing, kera dan sebangsanyapun dapat berperan sebagai reservoirnya.
Tingkat kematian (mortalitas)
akibat penyakit rabies mencapai 100%, jika sudah tergigit dan tidak tertangani
dengan baik dapat berakhir dengan kematian.
Dampak
penyakit rabies sangat luas dimensinya, bisa dikatakan sebagai salah satu
penyakit hewan menular yang berdampak multisektoral, karena banyak sektor yang terpegaruh oleh paparan
penyakit ini, bukan saja jiwa/nyawa manusia sebagai taruhannya melainkan
materi, ruang dan waktu juga menjadi sasaranya. Suatu daerah tertentu
kebanyakan belum mampu membebaskan status wilayahnya dari paparan
rabies disatu sisi suatu daerah lain sedang disibukkan oleh kasus kematian
akibat gigitan anjing yang menularkan virus rabiesnya pada manusia. Seperti
misalnya setelah pulau Flores NTT sejak tahun 1997 dan Bali yang sejak
tahun 2008 sampai sekarang belum mampu membebaskan statusnya dari Kejadian Luar
Biasa Penyakit Rabies, ternyata muncul lagi dipulau lain seperti Kalimantan
Barat (Pontianak) dan terakhir di
Kotawaringin Kalimantan Tengah. Sungguh matarantai dan siklus penyakit yang tidak
bisa dipandang sebelah mata dan akan selalu eksis tanpa
batas.
Ada
beberapa hal biasanya menjadi faktor pendukung atau pemicu
yang memungkinkan terjangkitnya penyakit disuatu daerah/tempat seiring
dengan perkembangan yang ada, seperti relevansi undang-undang dan peraturam/regulasi-regulasi lainnya yang
diberlakukan, kondisi
geografis kepulauan Indonesia dengan cakupan lautan yang cukup luas dan
panjang, dengan dukungan perkembangan teknologi, transportasi dan informasi
dapat menjadi pemicu dalam penyebaran penyait hewan menular rabies seiring
dengan penyebaran dan perpindahan manusia. Masyarakat yang multi kultur, hobi
masyarakat yang berbeda-beda, pupulasi anjing liar yang terus berkembang,
Sumber Daya Manusia (SDM) petugas yang terbatas, anggaran yang
terbatas, kegiatan sosialisasi dan koordinasi yang belum tepat sasaran,
kesadaran masyarakat yang kurang, dan lain-lainnya adalah menjadi point terpenting dalam penyebaran penyakit rabies.
1. Regulasi/Peraturan
Yang Sering Diabaikan
Regulasi merupakan cara yang dibuat
untuk mengendalikan manusia/masyarakat dengan
suatu aturan atau pembatasan tertentu. Berbagai pesyaratan teknis
(undang-undang, keputusan, peraturan dan petunjuk teknis) yang telah mengatur
tentang penyakit rabies dengan segala aspeknya baik dari pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah untuk daerah tertular maupun daerah bebas telah
diterapkan. Peraturan yang diterapkan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah seyogyanya harus dipahami dan sinergi agar tidak terjadi
tumpang tindih yang berdampak pada gagal dan tidak tercapainya tujuan
pelaksanaan kegiatan.
Memang tidak mudah
bagi stakeholder untuk menyatukan/meleburkan visi dan misi dengan masyarakat,
akibatnya berdampak pada masyarakat itu sendiri, padahal peraturan dibuat
sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam upaya keteraturan, ketertiban dalam
segala bentuk kegiatan/aktivitas masyarakat. Banyaknya benturan-benturan
atau kendala-kendala yang terjadi dilapangan menunjukkan adanya hal-hal kurang
dianalisa secara mendasar dan meluas yang akan terjadi dilapangan sehingga
suatu peraturan dianggap tidak relevan lagi dan diperlukan untuk dievaluasi
kembali, mengingat latarbelakang masyarakat yang multikultur.
Regulasi/peraturan yang dibuat bukan
tanpa alasan untuk tidak dilanggar oleh oknum-oknum tertentu, ragamnya
kepentingan dan kebutuhan masyarakat saat ini menyebabkan peraturan tertentu terkadang menjadi terabaikan. Alasan-alasan
klasik seperti kepentingan pribadi, kesulitan pengurusan, waktunya
mepet/terbatas, kurang memahami prosedur, belum mengetahui peraturannya. Akan
tetapi terkadang pelanggaran tidak dilakukan hanya sekali melainkan berulang
kali dan menjadi kebiasaan, bahkan pada level kesengajaan akan dilakukan dengan
secara diam-diam, sembunyi-sembunyi dan lain-lain usahanya untuk meloloskan
barang bawaannya.
2.
Masyarakat Yang Multikultur
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang multikultur, Penularan rabies selama ini
tidak terlepas dari peran kultur masyarakat kita diberbagai daerah yang suka
memelihara anjing/kucing/kera/sebangsanya. Kebiasaan tersebut
sangat mudah mengantarkan suatu daerah menjadi daerah yang mudah digerogoti
oleh penyakit anjing gila (rabies). Hal itu terjadi biasanya karena kebiasaan
masyarakat yang kurang memperhatikan aspek-aspek kesehatan, keselamatan dan
tidak mengindahkan regulasi/peraturan serta tatacara pemeliharaan dan
penanganan yang telah disodorkan dari hasil pengkajian ilmiah dan pengalaman
para ahli.
Suatu daerah yang rata-rata
masyarakatnya memiliki kebiasaan memelihara anjing dengan cara yang tidak tepat
dapat memungkinkan penyakit rabies akan terjangkit, ketertiban secara ideal akan terlupakan/terabaikan jika sudah terbentuk
komunitas, banyak hal-hal yang akan lepas dari kontrol peraturan, kadang
cenderung menghindari dan membentuk suatu perlawanan, akibatnya pelanggaran/penyimpangan terhadap peraturan/prosedur penangangan, pemeliharaan, dan
pencegahan penyakit rabies yang sekiranya dibuat untuk mengatur ketertiban/keteraturan pasti
terjadi, bahkan banyak peraturan dan petunjuk-petunjuk dan pedoman-pedoman yang
menjadi kotraproduktif jika diterapkan di masyarakat. Padahal, peraturan yang
dikeluarkan sudah melalui pengkajian dan analisi yang cukup panjang oleh
berbagai ahli dibidangnya..
Memang disatu sisi kultur masyarakat
yang sudah terbentuk perlu dipelihara, dijunjung tinggi, dijaga juga
kelestarian dan keasliannya sebagai ciri khas kebudayaan dan
kebinekatunggalikaan kita dibumi Indonesia, bahkan kultur masyarakat sudah
lahir terlebih dahulu sebelum peraturan itu dibuat. Namun diera globalisasi
seperti sekarang kita ditantang oleh kemajuan teknologi informasi yang semakin
modern, transportasi semakin maju. Kemajuan transportasi yang cukup meningkat,
menyebabkan frekwensi dan volume lalulintas alat angkut media pembawa menjadi
meningkat pula antara daerah/pulau, sehingga memberi peluang yang sangat besar
terhadap masuk, tersebar dan keluarnya Media Pembawa (MP) Hama Penyakit Hewan
Karantina (HPHK). Tidak hanya migrasi anjing antar daerah yang dikhawatirkan,
migrasi antara kabupaten kota didalam satu propinsi bahkan antar desapun juga
perlu di perhatikan dan diawasi.
Dari itu antara teknis peraturan
dengan ragam kultur masyarakat perlu diselaraskan/disinergikan untuk
menghindari kerugian berbagai sisi kehidupan lain masyarakat setempat.
Pluralitas masyarakat kita tidak hanya etnis, suku dan budaya melainkan
keragaman paradigma dan pemikiran juga harus dikedepankan. Pandangan yang
menyadari keberadaan diri kita terintegrasi dengan lingkungan sekitar, sehingga
kebutuhan saling menghargai/menghormati juga perlu dilaksanakan, harusnya
individu dapat memposisikan diri sebagai individu yang bersosial global,
Prioritas adalah keselamatan, keyamanan dan kesehatan masyarakat seutuhnya,
bukan egoisme kelompok/komunitas tertentu, mentaati peraturan
dan mengindahkan prosedur pemeliharaan, penanganan dan perawatan anjing secara
sehat dan higienis.
Disetiap daerah yang sebagian besar masyarakatnya suka memelihara anjing,
apalagi jika kurang memperhatikan pedoman pemeliharaan dan penanganan kesehatan
anjing secara prosedural, cenderung menjadi daerah yang mudah dijangkiti oleh
penyakit rabies, dan bahkan dampak dari Kultur masyarakat itu secara
luas akan mempengaruhi masyarakat di daerah lain yang memiliki
kultur yang sama, sehingga dapat menyebabkan terjadi
perpindahan penyakit melalui Media Pembawa (MP)
HPHK antara daerah karena adanya kegiatan jual beli, tukar menukar, kontes,
perburuan dan lain-lain.
3. Hobi
Hobi merupakan aktivitas/kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi keinginan dan mendapat kesenangan atau merupakan suatu kegemaran tertentu dan tersendiri bagi suatu individu. Anjing sendiri merupakan teman yang terbaik dan paling setia bagi manusia. Bahkan yang sering dikatakan terhadap binatang yang sering menjadi bagian dari anggota keluarga yang istimewa kadang terdapat hubungan emosional yang kuat antara anjing dengan pemiliknya. Namun dibalik hobi ini terdapat resiko yang cukup besar untuk pemiliknya juga masyarakat lainnya jika anjingnya tidak dirawat sesuai dengan standar kesehatan dan sanitasi yang baik, apalagi hobinya hanya sekedar memelihara (tidak memberi makan) dalam jumlah lebih dari satu, kemudian dibiarkan bermain secara liar dan bebas kontak dengan anjing liar lainnya, pada waktu makan dan malam hari pulang dan menjaga rumah /pekarangan.
Hobi lain juga seperti mengkoleksi anjing loka/ras bahkan didatangkan dari luar daerah. Migrasi anjing dari suatu pualu/daerah/desa sering kali terjadi dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan cara diselundupkan/disembunyikan didalam alat angkut, apalagi jika tidak mendapar rekomendasi dari pemerintah didaerah tujuan, karena dilarang pemasukannya. Berbagai modus dilakukan dari mengakali petugas pada waktu perlintasan, sampai menidurkan/membius anjingnya sepanjang perjalanan, atau mendekati pemeriksaan petugas. Padahal perlu diketahui membius hewan hanya boleh dilakukan oleh oarang-orang yang ahli dibidangnya, jika itu terjadi berarti dengan demikian peran oknum ahli kesehatan hewan/lainnya yang melakukan itu dimungkinkan ada. Sebagai kenyataan bahwa dalam kurun waktu yang singkat terlihat dilingkungan banyak berbagai jenis anjing ras kerap diajak berjalan oleh pemiliknya.
Hobi berburu tidak kalah berbahayanya, karena anjingnya secara langsung kontak, menggigit hewan yang diburu. Jika anjing yang digunakan untuk berburu tidak diperhatikan sisi kesehatannya, akan membahayakan anjingnya, pemiliknya juga masyarakat lainnya. Perburuan tidak hanya dilakukan dihutan lokal, akan tetapi banyak juga yang melakukan perburuan diluar daerah dengan membawa sekelompok anjing dalam jumlah yang cukup banyak. Bayangkan saja jika yang dilakukan perburuan pada daerah yang endemik rabies, kemudian menggigit/bertengkar dengan anjing yang terinfeksi rabies (subklinis) yang kemudian anjingpemburunya dibawa kembali kedaerah asalnya, dan didaerah asalnya kemudian anjing tersebut muncul gejala klinisnya, kemudian menggigit anjing lain yang ada didaerah asalnya terutama anjing liar. Sehingga jika ada salah satu saja anjing yang telah tergigit oleh anjing yang mengandung virus rabies tadi, dapat dipastikan akan tertular dan akan sulit mengontrol anjing-anjing liar lainnya yang telah tergigit.
Hobi ini bahkan tidak mungkin terisolasi sehingga menyebabkan banyak terjadinya perdagangan/bisnis/tukar menukar anjing antar daerah/pulau untuk mendapatkan jenis-jenis yang baru yang lebih bagus dan menyenangkan. Seiring dengan perpindahan manusia, potensi perpindahan hewan dan penyakitnya juga bisa terjadi, baik yang dilalulintaskan melalui jasa angkutan darat, laut, maupun udara. Sehingga dengan demikian, parpindahan hewan anjing secara global dapat memicu timbulnya genom-genom/jenis penyakit zoonosis tertentu, yang kemudian akan terjadi penyebaran penyakit dengan potensi yang cukup besar pula.
Hobi lain juga seperti mengkoleksi anjing loka/ras bahkan didatangkan dari luar daerah. Migrasi anjing dari suatu pualu/daerah/desa sering kali terjadi dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan cara diselundupkan/disembunyikan didalam alat angkut, apalagi jika tidak mendapar rekomendasi dari pemerintah didaerah tujuan, karena dilarang pemasukannya. Berbagai modus dilakukan dari mengakali petugas pada waktu perlintasan, sampai menidurkan/membius anjingnya sepanjang perjalanan, atau mendekati pemeriksaan petugas. Padahal perlu diketahui membius hewan hanya boleh dilakukan oleh oarang-orang yang ahli dibidangnya, jika itu terjadi berarti dengan demikian peran oknum ahli kesehatan hewan/lainnya yang melakukan itu dimungkinkan ada. Sebagai kenyataan bahwa dalam kurun waktu yang singkat terlihat dilingkungan banyak berbagai jenis anjing ras kerap diajak berjalan oleh pemiliknya.
Hobi berburu tidak kalah berbahayanya, karena anjingnya secara langsung kontak, menggigit hewan yang diburu. Jika anjing yang digunakan untuk berburu tidak diperhatikan sisi kesehatannya, akan membahayakan anjingnya, pemiliknya juga masyarakat lainnya. Perburuan tidak hanya dilakukan dihutan lokal, akan tetapi banyak juga yang melakukan perburuan diluar daerah dengan membawa sekelompok anjing dalam jumlah yang cukup banyak. Bayangkan saja jika yang dilakukan perburuan pada daerah yang endemik rabies, kemudian menggigit/bertengkar dengan anjing yang terinfeksi rabies (subklinis) yang kemudian anjingpemburunya dibawa kembali kedaerah asalnya, dan didaerah asalnya kemudian anjing tersebut muncul gejala klinisnya, kemudian menggigit anjing lain yang ada didaerah asalnya terutama anjing liar. Sehingga jika ada salah satu saja anjing yang telah tergigit oleh anjing yang mengandung virus rabies tadi, dapat dipastikan akan tertular dan akan sulit mengontrol anjing-anjing liar lainnya yang telah tergigit.
Hobi ini bahkan tidak mungkin terisolasi sehingga menyebabkan banyak terjadinya perdagangan/bisnis/tukar menukar anjing antar daerah/pulau untuk mendapatkan jenis-jenis yang baru yang lebih bagus dan menyenangkan. Seiring dengan perpindahan manusia, potensi perpindahan hewan dan penyakitnya juga bisa terjadi, baik yang dilalulintaskan melalui jasa angkutan darat, laut, maupun udara. Sehingga dengan demikian, parpindahan hewan anjing secara global dapat memicu timbulnya genom-genom/jenis penyakit zoonosis tertentu, yang kemudian akan terjadi penyebaran penyakit dengan potensi yang cukup besar pula.
4. Pengawasan Yang Kurang Maksimal
Pola penularan penyakit rabies diIndonesia sepertinya masih dominan disebabkan oleh pengingkatan lalulintas manusia yang dikuti dengan lalulintas anjingnya ( Media Pembawa). Karantina Pertanian yang bertugas mengawasi lalulintas anjing sebagai salah satu Media Pembawa (MP) Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dalam upaya mencegah masuk, tersebar dan keluarnya HPHK (rabies) sepertinya masih banyak memiliki keterbatasan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) apalagi jika harus melakukan pengawasan pada pintu pemasukan/pengeluaran yang tidak resmi /yang belum ditetapkan pemerintah (pelabuhan rakyat) disepanjang pesisir pantai disetiap darah/pulau. SDM Karantina Pertanian hanya berfokus pada pintu pemasukan/pengeluaran yang resmi dan telah ditetapkan oleh pemerintah seperti pelabuhan laut, udara, dan kantor pos seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dan Peraturan Pemerintah No 82 Tahunh 2000 Tentang Karantina Hewan. Sedangkan pada pelabuhan yang tidak resmi petugas Karantina hanya melakukan pengwasan secara insidentil, berupa patroli dan monitoring dan itupun tidak semua pelabuhan rakyat dapat di lakukan patroli. Untuk itu sebagai upaya efektifitas dalam pengawasan karantina, telah dilakukan pengawasan terpadu dengan pendampingan dari aparat keamanan (polisi), apalagi jika dilihat dari peraturan otoritas kepelabuhanan yang diartikan bahwa tidak diperkenankan adanya aktivitas pemeriksaan lain didalam area pelabuhan termasuk pemeriksaan oleh karantina karena diperkirakan akan dapat menggangu kelancaran kegiatan lalulintas keluar masuk alat angkut.
Keterbatasan kewenangan dalam menghentikan lalulintas alat angkut MP HPHK dalam upaya tindakan karantina menjadi kendala teknis dalam upaya pemeriksaan karantina, karena kepatuhan masyarakat pengguna jasa karantina/pemilik anjing masih cukup rendah untuk melaporkan dan menyerahkan MP HPHK kepada petugas karantina untuk dilkakukan tindakan karantina. Oleh karena itu pengawasan pengawasam dalam upaya deteksi dini untuk mencegah masuk, tersebar, dan keluarnya penyakit rabies sudah seharusnya disadari bersama secara seksama dan bersama bahwa upaya itu adalah upaya kita bersama yang ingin agar daerah kita bebas dan tetap bebas dari penyakit rabies. Begitu juga pengawasan untuk anjing-anjing yang telah masuk kedalam suatu daerah sangat sulit untuk dilakukan.
Keterbatasan kewenangan dalam menghentikan lalulintas alat angkut MP HPHK dalam upaya tindakan karantina menjadi kendala teknis dalam upaya pemeriksaan karantina, karena kepatuhan masyarakat pengguna jasa karantina/pemilik anjing masih cukup rendah untuk melaporkan dan menyerahkan MP HPHK kepada petugas karantina untuk dilkakukan tindakan karantina. Oleh karena itu pengawasan pengawasam dalam upaya deteksi dini untuk mencegah masuk, tersebar, dan keluarnya penyakit rabies sudah seharusnya disadari bersama secara seksama dan bersama bahwa upaya itu adalah upaya kita bersama yang ingin agar daerah kita bebas dan tetap bebas dari penyakit rabies. Begitu juga pengawasan untuk anjing-anjing yang telah masuk kedalam suatu daerah sangat sulit untuk dilakukan.
Pengendalian melalui pengawasan lalulintas media pembawa antara daerah, pengawasan terhadap
pelarangan atau pembatasan lalulintas
media pembawa tidak semudah dibayangkan, tidak bisa juga dilakukan sendiri oleh instansi terkait, sehingga koordinasi antara
instasi terkait sangat perlu, dan memperhatikan tugas pokok dan fungsi
masing-masing harusnya difahami sebaik mungkin, sehingga dalam pelaksanaanya
tidak terjadi tumpang tindih, jangan sampai masyakat menjadi korban karena lalainya pemangku
kepentingan (stakeholder)
dalam menerapkan peraturan.
5. Populasi Anjing Liar Yang Sulit Di Bendung
Pengendalian anjing liar semakin kedepan semakin banyak menghadapi kendala. Peningkatan populasi anjing tidak sebanding dengan usaha pemberantasan pengurangan populasinya. Dilema bagi pemerintah menjadi bagian dari upaya tersebut. Dimensinya cukup luas, dilema/kendala operasional, prokontra serta perlawanan dari sekelompok/komunitas pecinta anjing juga dari berbagai Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), Maupun komunitas tertentu, juga pemilik anjing itu sendiri sering muncul dan mewarnai proses kegiatan eliminasi.
Anjing sebagai reservoir utama memilik peran yang sangat besar dalam penyebaran virus rabies. Anjing liar semakin banyak berkembangbiak dikampung-kampung, bahkan di tempat pelayanan umum, pasar dan terkesan sanggat menggangu. Perlu dicarikan solusi yang konstruktif yang tidak banyak merugikan elemen-elemen yang aad dalam upaya mengurangi populasinya. Usaha-usaha pengendalian perlu segera diterapkan secara konsisten dan teratur, baik eliminasi, kebiri/Ovarihisterektomi (OH), sosisalisasi perawatan maupun vaksinasi (jika diperlukan pada daerah yang bebas rabies).
Masyarakat kita sangat pluralis, memiliki karakter dan pola pikir yang berbeda-beda dan bahkan kesan dimasyarakat cenderung acuh tak acuh jika melihat keberadaaan anjing apalagi menghitung populasinya, biasanya masyarakat tertentu akan peduli dan melaporkan apabila anjing secara langsung menggangu/menyerang individu tersebut. Meskipun satu sisi bahwa anjing adalah mahluk tuhan, pembatasannya juga sebaiknya perlu dilakukan secara manusiawi denga n memperhatikan prinsip kesejahteraan hewan (Animal welfare), namun disatu sisi dengan pertimbangan kesehatan, kenyamanan dan keamanan, masyarakat perlu juga hidup bersosial yang tenang. Sehingga terhadap populasi anjing liar tersebut perlu diperhatian tersendiri dalam penanganannya.
Satu pemahaman antara pemerintah pusat, dan daerah serta semua elemen masyarakat harus segera terwujud, serta membuang ego-ego dan kepentingan pribadi yang tidak penting yang akan merugikan masyarakat lainnya. Karena perlu di ingat apabila satu ekor saja anjing liar tanpa perlindungan kekebalannya tergigit oleh anjing yang terinfeksi virus rabies, dapat dipastikan akan menularkannya kepada anjing liar tersebut. Semakin banyak populasi anjing liar yang ada maka akan semakin sulit terkontrol dan semakin cepat menyebarkan virus rabiesnnya. Penularan virus rabies antara anjing akan tidak bisa diikuti dengan usaha menghentikan mata rantainya, karena penularan virus rabies akan lebih cepat menyebar dibandingkan dengan usaha untuk menghentikannya, apalagi dengan birokrasi dan pertanggungjawaban yang berbelit-belit
Dalam upaya pengendaliannya baik instansi pusat maupun daerah yang membidangi keswan dan peternakan, serta masyarakat pecinta anjing atau tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat bukan pecinta anjingpun untuk lebih pro aktif dalam mendata, melaporkan, merawat, memeriksakan kesehatan anjingnya secara berkala. Karena masalah penyakit rabies adalah masalah nasional yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain didalam wilayah republik indonesia, satu daerah terjangkit rabies bukan saja tanggung jawab daerah tersebjut, melainkan akan merepotkan pemerintah pusat, daerah lain, dan masyarakat luas lainnya.
Keberadaan anjing liar yang semakin meningkat cukup menjadi momok yang sangat meresahkan sebagian masyarakat, rasa takut, kekhawatiran secara phiskis terhadap akan serangan gigitan anjing liar akan menyebabkan aktivitas sebagian masyarakat menjadi terganggu. Apalgi anjing liar tersebut sudah terinfeksi oleh virus rabies, maka seiring dengan munculnya gejala klinisnya akan menambah keganasan dan keaktivan perilaku anjing jika terapat usikan-usikan dari manusia sekitarnya.
Eliminasi saat ini menjadai langkah prevebtif untuk mengurangi populasi anjing liar, meskipun dalam pelaksanaannya ada beberapa sekelompok masyarakat/ lembaga tertentu yang tidak merekomendasikannya. Akan tetapi marilah kita melihat pada dimensi lain juga yang lebih prioritas dan potensial pada anjing sebagai Media pembawa dan penyebar virus rabies. Keterbatasan dalam upaya pengendalian lainnya seperti Operasi/kebiri/ovarihisterektomi (OH), ataupun KB anjing perlu diperhitungkan, karena untuk upaya itu bukan saja SDM yang menjadi kendala melainkan keterbatasan materi, sarana prasarana yag harus dibeli dengan uang/dana yang sangat cukup besar yang tidak sebanding dengan populasi anjing liar dan dampak yang ditimbulkannya. Selain itu kendala dalam menangkap/mengisolasi anjing liar liar bukan hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi untuk keperluan vaksinasi, hal tersebut perlu di pikirkan matang-matang dan penuh kehati-hatian serta keterlibatan banyak pihak. .
Pengendalian anjing liar semakin kedepan semakin banyak menghadapi kendala. Peningkatan populasi anjing tidak sebanding dengan usaha pemberantasan pengurangan populasinya. Dilema bagi pemerintah menjadi bagian dari upaya tersebut. Dimensinya cukup luas, dilema/kendala operasional, prokontra serta perlawanan dari sekelompok/komunitas pecinta anjing juga dari berbagai Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), Maupun komunitas tertentu, juga pemilik anjing itu sendiri sering muncul dan mewarnai proses kegiatan eliminasi.
Anjing sebagai reservoir utama memilik peran yang sangat besar dalam penyebaran virus rabies. Anjing liar semakin banyak berkembangbiak dikampung-kampung, bahkan di tempat pelayanan umum, pasar dan terkesan sanggat menggangu. Perlu dicarikan solusi yang konstruktif yang tidak banyak merugikan elemen-elemen yang aad dalam upaya mengurangi populasinya. Usaha-usaha pengendalian perlu segera diterapkan secara konsisten dan teratur, baik eliminasi, kebiri/Ovarihisterektomi (OH), sosisalisasi perawatan maupun vaksinasi (jika diperlukan pada daerah yang bebas rabies).
Masyarakat kita sangat pluralis, memiliki karakter dan pola pikir yang berbeda-beda dan bahkan kesan dimasyarakat cenderung acuh tak acuh jika melihat keberadaaan anjing apalagi menghitung populasinya, biasanya masyarakat tertentu akan peduli dan melaporkan apabila anjing secara langsung menggangu/menyerang individu tersebut. Meskipun satu sisi bahwa anjing adalah mahluk tuhan, pembatasannya juga sebaiknya perlu dilakukan secara manusiawi denga n memperhatikan prinsip kesejahteraan hewan (Animal welfare), namun disatu sisi dengan pertimbangan kesehatan, kenyamanan dan keamanan, masyarakat perlu juga hidup bersosial yang tenang. Sehingga terhadap populasi anjing liar tersebut perlu diperhatian tersendiri dalam penanganannya.
Satu pemahaman antara pemerintah pusat, dan daerah serta semua elemen masyarakat harus segera terwujud, serta membuang ego-ego dan kepentingan pribadi yang tidak penting yang akan merugikan masyarakat lainnya. Karena perlu di ingat apabila satu ekor saja anjing liar tanpa perlindungan kekebalannya tergigit oleh anjing yang terinfeksi virus rabies, dapat dipastikan akan menularkannya kepada anjing liar tersebut. Semakin banyak populasi anjing liar yang ada maka akan semakin sulit terkontrol dan semakin cepat menyebarkan virus rabiesnnya. Penularan virus rabies antara anjing akan tidak bisa diikuti dengan usaha menghentikan mata rantainya, karena penularan virus rabies akan lebih cepat menyebar dibandingkan dengan usaha untuk menghentikannya, apalagi dengan birokrasi dan pertanggungjawaban yang berbelit-belit
Dalam upaya pengendaliannya baik instansi pusat maupun daerah yang membidangi keswan dan peternakan, serta masyarakat pecinta anjing atau tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat bukan pecinta anjingpun untuk lebih pro aktif dalam mendata, melaporkan, merawat, memeriksakan kesehatan anjingnya secara berkala. Karena masalah penyakit rabies adalah masalah nasional yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain didalam wilayah republik indonesia, satu daerah terjangkit rabies bukan saja tanggung jawab daerah tersebjut, melainkan akan merepotkan pemerintah pusat, daerah lain, dan masyarakat luas lainnya.
Keberadaan anjing liar yang semakin meningkat cukup menjadi momok yang sangat meresahkan sebagian masyarakat, rasa takut, kekhawatiran secara phiskis terhadap akan serangan gigitan anjing liar akan menyebabkan aktivitas sebagian masyarakat menjadi terganggu. Apalgi anjing liar tersebut sudah terinfeksi oleh virus rabies, maka seiring dengan munculnya gejala klinisnya akan menambah keganasan dan keaktivan perilaku anjing jika terapat usikan-usikan dari manusia sekitarnya.
Eliminasi saat ini menjadai langkah prevebtif untuk mengurangi populasi anjing liar, meskipun dalam pelaksanaannya ada beberapa sekelompok masyarakat/ lembaga tertentu yang tidak merekomendasikannya. Akan tetapi marilah kita melihat pada dimensi lain juga yang lebih prioritas dan potensial pada anjing sebagai Media pembawa dan penyebar virus rabies. Keterbatasan dalam upaya pengendalian lainnya seperti Operasi/kebiri/ovarihisterektomi (OH), ataupun KB anjing perlu diperhitungkan, karena untuk upaya itu bukan saja SDM yang menjadi kendala melainkan keterbatasan materi, sarana prasarana yag harus dibeli dengan uang/dana yang sangat cukup besar yang tidak sebanding dengan populasi anjing liar dan dampak yang ditimbulkannya. Selain itu kendala dalam menangkap/mengisolasi anjing liar liar bukan hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi untuk keperluan vaksinasi, hal tersebut perlu di pikirkan matang-matang dan penuh kehati-hatian serta keterlibatan banyak pihak. .
6. Sosialisasi Dan Koordinasi Yang Kurang Tepat
Sasaran
Sosialisasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi tentang bahaya
penyakit rabies, instansi terkait yang membidangi kesehatan hewan dan
peternakan memiliki peran tersendiri dalam penanganannya, hakikat sosialisasi
dapat dilakukan secara formal maupun informal tidak terpaku oleh ruang dan
waktu yang terpenting adalah secara substansial maksud sosialisasi sasaran dan
target nilai kepatuhannya tercapai. Pola pikir dan karakter masyarakat yang berbeda-beda sering menjadi kendala
dalam pencapaian nilai kepatuhan
masyarakat, kadang oknum masyarakat tertentu dapat dibilang faha-faham tidak
faham, bahkan ada yang sengaja tidak memfahamkan dirinya padahal faham, hal itu
dilakukan hanya karena mempertahankan pelanggaran yang telah dilakukannya, atau
bisa juga ada yang sama sekali belum mendapat sosisalisasidan informasi tentang
penyakit rabies.
Sosialisasi terkait penyakit rabies
dengan segala aspeknya sangat perlu dilakukan, karena sebagian besar masyarakat
tidak terlalu mengenal penyakit anjing gila dan bagaimana dampaknya, yang
mereka paham hanya memelihara anjing, dan tidak peduli
dengan banyak sedikitnya anjing liar yang ada, bahkan tidak sadar jikalau
anjing liar tersebut merupakan bagian dari kehidupan dan sekaligus penyakit
bagi mereka. Sosisalisasi
sebaiknya tidak hanya menyasar pada elemen inti seperti aparat menengah
keatas, sudah saatnya menyisir pemilik/pemelihara/pebisnis anjing sehingga
informasi tentang penyakit rabies dan dampaknya dapat langsung diperdengarkan.
Pemilik anjing harus dilibatkan secara langsung, konsepnyapun harus totalitas
tentang penyakit rabies, bukan lagi sosialisasi rabies hanya sekedar mewarnai
judul materi. Karantina
Pertanian dan pemerintah daerah yaitu Dinas Peternakan,
Pertanian, Perikanan, ataupun Dinas Kesehatan berhak melakukan
sosialisasi dilapangan baik secara formal maupu informal. Kesempatan lain
dapat pula dilakukan oleh masyarakat/lembaga-lembaga tertentu yang telah
mendapatkan materi sosialisasi tentang penyakit rabies sebelumnyapun bisa
memanfaatkan momentum sosialisasi, karena usaha memberantas, mempertahankan
status bebas rabies adalah harus ada usaha dan peran serta masyarakat
seluruhnya meskipun secara non formal, dengan informasi lisan maupun dengan
membagikan brosur/leftlet, dan lain-lain.
Tingkat kepatuhan masyarakat dalam menerapkan suatu regulasi akan tetap menjadi masalah terbesar bagi
pemerintah. Karakter dan kultur masyarakat yang berpikir rasional intropeksi
akan tetap kalah jika dibanding dengan Karakter dan kultur masyarakat yang rasional
tetapi masih dibayang-bayangi oleh kepentingan pribadinya, apalagi ada istilah
kepepet dan terpaksa. Sepanjang kesadaran-kesadaran yang tidak transparan atau
yang acuh tak acuh tersebut masih kuat terbentuk dalam masyarakat, dapat
dipastikan aturan yang diharapkan
berjalan akan sulit unruk diterapkan. Namun tidak bisa dilihat dari sisi
karakter masyarakat saya, yang perpenting juga adalah apakah dimensi peraturan
yang akan diterapkan telah relevan dan sudah memenuhi sebagian besar realistis
kehidupan masyarakat. Apalagi masyarakat yang terbentuk sekarang cenderung
mudah terpropokasi, demokrasi berani dan melawan sehingga harus
disinergikan.
Meningkatkan kepatuhan dan kesadaran masyarakat (Publik awareness) melalui sosialisasi pada media televisi, radio,
Koran dan lain-lain jarang sekali terjadi padahal sesekali itu dipandang perlu,
jangan sampai setelah terjadi wabah baru disiarkan melalui berita atau berbagai
media.
Perlu diketahui, masyarakat masih sedikit minat bacanya
apalagi baca Koran, dan lain-lain, masyarakat tidak banyak juga melihat berita
ditelevisi, masyarakat tidak banyak yang mengenal internet, apalagi mengenal
berita tentang rabies, sehingga sudah saatnya dilakukan gebrakan dan gerakan
pencegahan penyakit rabies. Sepertinya
harus dilakukan sosialisasi sampai
kehilir dengan sistem menjemput bola memberikan pemahaman dari pintu ke pintu
ke pada pemilik/penelihara anjing, membuat komitmen dengan RT, RW, Dusun, Desa,
dan seterusnya sampai lingkungan pemerintah maupun swasta/ekspedisi, sopir
truk, dan lain-lain untuk mematuhi peraturan tentang baik peraturan
perkarantinaan (lalulintas media pembawa), peraturan/pedoman pemeliharaan
kesehatan dan perawatan kesehatan anjing (peraturan daerah), dan
lain-lain.
7. Kurangya keterlibatan ahli dan professional
Sekelompok ahli disuatu bidang sangat diharapkan keterlibatannya dalam
memberikan pencerahan tentang bagaimana usaha mencegah suatu kejadian agar
tidak berdampak lebih luas, bisa memberikan motivasi dalam meluruskan
keilmuan-kelimuan dengan muatan materi yang terkait dengan suatu hal yang
sedang di hadapi masyarakat sosial, seperti permasalahan rabies, bagaimana
kejadian dan perkembangan penyakit rabies tersebut dengan dampak-dampaknya
sampai saat ini. Sehingga setiap aksi yang dilakukan oleh stakeholder dalam
memberantas dan mempertahankan status daerahnya dari penyakit rabies cenderung
progresif dan bersemangat. Keterlibatan profesional tidak hanya memberikan
dampak positif buat stakeholder pemerintahan, melainkan memberikan pembelajaran
dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas.
Untuk itu dari beberapa faktor diatas dapat dicermati satu
persatu dan bahkan itu masih kurang, bahwa hal-hal itu tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Semangat kita semua untuk menggerakkannya secara bersama-sama
dan menjalankannya sebaik-mungkin. Di mulai dari diri kita sendiri untuk
memahami bagaimana cara memahami agar tidak merugikan orang lain disekitar kita.
Tetap Semangat Untuk Satu Mencegah Penularan Penyakit
Rabies...!!!!
Penulis: drh.
Amirullah ( Sumber: dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar