KARYA TULIS ILMIAH
KESEJAHTERAAN HEWAN
(ANIMAL WELFARE
)
DALAM PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA
HEWAN
Oleh
drh. AMIRULLAH
Puji syukur
dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan
kepada saya untuk menyelesaikan tulisan
tentang “Kesejahteraan
Hewan (Animal Welfare
) Dalam
Perspektif Tindakan Karantina Hewan”
Kesejahtetaan
hewan merupakan perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka
perlindungan hewan dari tindak semena-mena manusia. Penerapan kesejahteraan
hewan dalam bidang perkarantinaan telah tertuang dalam peraturan perundangan
perkarantinaan terutama dalam teknis penerapan persyaratan kelayakan sarana dan
prasarana alat angkut serta Instalasi Karantina Hewan (IKH). Sehingga dengan
persyaratan teknis itu dapat dilaksanakan untuk memberikan rasa nyaman terhadap
hewan dan memenuhi asas kesejahteraan
hewan serta mencegah sakit dan penderitaan hewan.
Harapan
penulis semoga dengan tulisan ini dapat memberikan tambahan informasi dan
wawasan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam
tulisan ini, sehingga penulis berharap kepada pembaca sekiranya dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tulisan
ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Lembar, November 2016
Penulis,
Lampiran
Peraturan Menteri Pertanian
Nomor:
34/Permentan/OT.140/6/2011
Tanggal:
20 juni 2011
PERNYATAAN
PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH PEJABAT FUNGSIONAL RUMPUN ILMU HAYATI LINGKUP
PERTANIAN
Yang bertandatangan dibawah
ini:
Nama :
drh. I Putu Terunanegara
NIP :
19690617 199603 1 001
Jabatan :
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram
Instansi :
Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram
Menyatakan bahwa karya tulis
ilmiah berjudul “Kesejahteraan Hewan (Animal
Welfare ) Dalam
Perspektif Tindakan Karantina Hewan” memang
benar disusun oleh Pejabat Fungsional dibawah ini:
Nama :
drh. Amirullah
NIP :
19780430 201101 1 005
Pangkat/Gol.Ruang/TMT : Penata/III-c/ 1 April 2016
Jabatan :
Medik Veteriner Muda
Instansi :
Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram
Demikian
pernyataan ini dibuat untuk digunakan
sebagaimana mestinya dengan penuh tanggungjawab/
Lembar, November 2016
Kepala
Balai,
drh. I
Putu Terunanegara
NIP. 19690617 199603 1 001
RINGKASAN
Animal
Welfare adalah segala
urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran
perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi
hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang
dimanfaatkan manusia. Atau kesejahteraan hewan didefinikan sebagai
perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan
dari tindak semena mena manusia
Kelalain dalam menerapkan kesejahteraan hewan dapat menimbulkan gangguan secara
fisologis, psikologis, reproduksi, ganguan pertumbuhan, dan daya tahan terhadap
penyakit, Aspek
kesejahteraan hewan meliputi 5 kebebasannya yaitu : Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan
haus). Freedom from discomfort (bebas
dari rasa panas dan tidak nyaman). Freedom
from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan
sakit). Freedom from fear and
distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan). Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan
perilaku normal dan alami).
Karantina
adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan
dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah
negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun 2009). Pelaksanaan tindak karantina
juga mempertimbangkan nilai-nilai kesejahteraan hewan dan telah dituangkan
kedalam peraturan perundangan bidang perkarantinaan terutama persyaratan teknis
kelayakan alat angkut/transportasi dan Instalasi Karantina Hewan ( IKH).
Kata
kunci: Kesejahteraan Hewan, Karantina, Peraturan Perundangan
*) Tulisan ini disusun untuk
memenuhi persyaratan kegiatan
pengembangan profesi
**) Penulis : drh. Amirullah, Medik Veteriner Muda, Balai
Karantina Pertanian Kelas I Mataram
KESEJAHTERAAN
HEWAN (ANIMAL WELFARE
) DALAM
PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN
“Kesejahteraan Hewan (Animal
Welfare ) Dalam
Perspektif Tindakan Karantina Hewan”, Oleh:
drh. Amirullah, Medik Veteriner Muda, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram. Perpustakaan Balai Karantina
Pertanian Kelas I Mataram, Nomor Katalog: 013.L.19.B.PUSKH.2016 Alamat: Jl.
Pelabuhan No 9. Lembar, Lombok Barat. Mataram Nusa Tenggara Barat.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………..ii
RINGKASAN……………………………………………………………………………iii
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….…1
1.1.
Latarbelakang…………………………………………………………...1
1.2.
Maksud dan Tujuan Penulisan………………………………………..3
BAB II MATERI DAN METODE…………………………………………….………..4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………...……5
3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan……………………………………….5
3.2. Sejarah
Asal Mula Kepedulian Terhadap
Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)…………………………..…..5
3.3. Lima Konsep
Kebebasan/Kesejahteraan Hewan
” (Five of Freedom Animal Welfare)…………………………………....7
3.4. Peraturan Yang Mengatur
Kesejahteraan Hewan Dan
Berbagai Lembaga Dunia……………………………………….…...…..8
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………….…………13
4.1.
Kesejahteraan Hewan Dan Karantina ………………………….……..16
4.2.Tindakan Karantina
Terhadap Media Pembawa
Hama Penyakit Hewan Karantina (MP
HPHK)……………..……...….16
4.3. Persyaratan Instalasi Karantina Hewan
(IKH)……………………..….17
4.4.
Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan………………………18
4.5.
KendalaYang Di Hadapi Secara Umum………………………..……...19
BAB V
KESIMPULAN…………………………………………………………..……..21
5.1.
Kesimpulan……………………………………………………………..…21
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latarbelakang
Kesejahteraan hewan saat ini
merupakan issue yang cukup menjadi perhatian banyak kalangan, Berbagai macam elemen dan unsur yang
berkaitan dengan bidang kehewanan seperti pemerintah, yayasan dan aktivis/LSM serta kelompok
pemerhati hewan di berbagai negara sangat
memperhatikan masalah kesejahteraan terhadap hewan. Sebagai contoh seperti yang telah terjadi di Indonesia pada tahun 2011 bahwa
adanya perlakuan yang tidak manusiawi
terhadap hewan di beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) Indonesia. Kejadian itu
menjadikan pemerintah Asutralia menghentikan ekspor sapinya ke Negara Indonesia. Pencabutan larangan ekspor
tadi sebagai bentuk protes dari Negara
Australia terhadap Negara Indonesia akibat perilaku sejumlah oknum yang
mengabaikan kesejahteraan hewan. Indonesia "diwajibkan" membenahi
sistem penanganan sapi-sapi hidup asal Australia, dan semuanya wajib menjaga
prinsip-prinsip kesejahteraan ternak (Animal Welfare) mulai dari
saat dalam proses pengiriman, massa penggemukan, hingga proses pemotongan di
RPH. Pemerintah Australia juga telah melakukan sikap yang sama terhadap Negara
Mesir pada tahun 2006 silam (Hidayat 2011).
Pemerhati dan pecinta hewan kecil
juga menyoroti proses perlakuan eliminasi anjing dan manajemen hewan lainnya
yang terjadi di bali dan daerah lainnya, karena diangap mengabaikan
kesejahteraan hewan, Bagaimanpun hewan adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan yang bernyawa
yang mempunyai perasaan/indera dan dibuktikan mampu merasa dan peka serta berhak
untuk hidup dengan layak dan memperoleh
perlakuan layaknya sebagai mahluk hidup.
Disamping itu pula bahwa hewan merupakan
mahluk hidup sebagai unsur penting dari pada rantai kehidupan manusia.
Perlakuan terhadap hewan dengan
mengabaikan unsur kesejahteraan hewan, akan berpengaruh kepada hewan dan
produknya. Ketidaknyamanan hewan yang diartikan dalam bentuk kesejahteraannya
akan mempengaruhi seluruh unsur proses biokimia dan metabolisme, hormonal
fisiologis dalam tubuh hewan yang berdampak pada produk hewan yang akan dihasilkan. Perlakuan terhadap hewan selama pengangkutan,
transportasi, selama masa karantina dan berada di dalam Instalasi Karantina
Hewan juga menjadi penting untuk memperhatikan prinsip atau konsep
kesejahteraan hewan dengan 5 kebebasannya. Ketentuan dan persyaratan untuk
menerapkan segala komponen untuk mewujudkan kesejahteran hewan telah banyak
diatur dalam regulasi peraturan perundangan namun kurang disosialisasikan dan
diedukasikan sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
rasa tanggungjawab untuk merawat,
memberikan rasa nyaman dan melindungi hewan.
Aspek kesejahteraan
hewan sangat beragam dan berbeda,
serta sudah diatur dengan dasar
ketentuan-ketentuan etika dan kesehatan
hewan agar dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah.
Dalam meminimalisir dan membebaskan hewan dari unsur kelalaian manusia terhadap
berbagai jenis hewan dengan segala aspeknya harus tetap memegang konsep/azas-azas
kesejahteraan hewan dengan 5 kebebasannya.
American Veterinary Medical
Association (AVMA) memberikan gambaran bahwa seluruh aspek kenyamanan hewan termasuk mempersiapkan lingkungan yang
nyaman, kandang yang layak, manajemen nutrisi, pencegahan penyakit, perawatan,
pemeliharaan, penanganan yang baik, perlakuan yang tidak kasar dan menyiksa
adalah tanggungjawab manusia.
Karantina Pertanian secara umum dan Karantina Hewan secara khusus
belum banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. Karantina hewan masih
perlu terus melakukan sosialisasi dan memperkenalkan kepada masyarakat umum
tentang kegiatan dan aktivitas perkarantinaan yang sedang berjalan, sehingga
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya bisa memahami apa dan
bagaimana karantina hewan itu terutama
dalam penerapan konsep kesejahteraan hewan. Karantina hewan dalam pelaksanaan
tindakannya telah mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan sisi
kesejahteraan hewan, seperti dalam tindakan karantina 8 P, alat angkut dan
perlakuannya, Instalasi Karantina Hewan (IKH) dengan sarana dan prasarannya. Hal tersebut diatas telah diatur dalam
peraturan perundangan perkarantinaan serta petunjuk teknisnya sehingga dalam
pelaksanaannya dapat memenuhi pesyaratan yang dipersyaratkan untuk memenuhi dan mempertimbangkan prinsip atau
lima konsep kebebasan hewan untuk mendapatkan kesejahteraannya (five of Freedom Animal Welfare).
1.2.
Maksud dan Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk
memberikan gambaran dan pengetahuan kepada pembaca tentang penerapan konsep kesejahteraan
hewan (animal welfare) pada tindakan Karantina
Hewan.
BAB
II
MATERI DAN METODE
Tulisan tentang Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) dalam
perspektif tindakan karantina hewan ini disusun
berdasarkan studi literature , jurnal, artikel, peraturan perundangan dan berbagai sumber yang terkait.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan
Animal
Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan
fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu
diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang
yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Adapun Defenisi lain Animal Walfare atau kesejahteraan hewan adalah
perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan
dari tindak semena mena manusia, (UU No 14 Tahun 2014).
Sudut
pandang kesejahteraan hewan, baik hewan yang sering berinteraksi dengan manusia
secara konsumtif (hewan ternak dan hewan potong ternak besar/kecil), maupun hewan
liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan
kerja dan hewan kesayangan. secara umum dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek
kesejahteraan hewan dari sudut pandang keilmuan (Welfare Science), dari sudut pandang etika (Welfare Ethics),
dan sudut pandang hukum (Welfare law).
3.2. Sejarah Asal Mula Kepedulian
Terhadap Kesejahteraan Hewan (Animal
Welfare)
Berawal dari pemikiran tentang hak-hak dasar bagi hewan untuk hidup layak/bebas dari
intervensi manusia juga sebagai hak mendapatkan perlindungan dan perlakuan oleh
manusia terutama dalam hal hak untuk mendapatkan perawatan, tempat tinggal,
pengangkutan, pemanfaatan, cara pemotongan, juga cara euthanasi yang baik (Anonim 2009).
Beberapa penelitian sejarah di beberapa masyarakat di dunia, dibuktikan adanya hubungan antara perkembangan budaya dan etika, yang dikuti
penolakan terhadap adanya eksploitasi, ketidakadilan, kedzoliman, penyiksaan
hewan yang diperjuangkan untuk diluruskan. Dengan adanya perjuangan untuk kesejahteraan manusia juga terjadi kepedulian dan perjuangan terhadap kesrawan,
sehingga muncullah berbagai pemikiran dan gerakan memperjuangkan kesrawan dan
untuk memberikan perlakuan yang manusiawi terhadap hewan.
Inggris memiliki sejarah yang
mencatat paling lama mengenai perlindungan hewan (animal protection) semenjak tahun 1500-an, tidak berbeda jauh
dengan perkembangan di Benua Eropa dan Amerika Utara. Jeremy Bentham adalah
pelopor diabad 18-an, yang mempertanyakan tentang hewan ‘apakah mereka bisa
menderita?’, yang merupakan konsep dasar dari perkembangan kesejahteraan hewan (European Communities, 2007). Pada tahun
1824 telah berdiri organisasi asal
Inggris yang bernama Society for the
Prevention of Cruelty to Animals (SPCA), yang melindungi dan mencegah
kekerasan pada kuda sebagai transportasi, (Compassion in World Farming, 2012).
Pada
tahun 1965, komisi Bramble yang berbasis di Inggris meninjau kembali
kesejahteraan satwa dan peternakan yang
digunakan dalam pemanfaatan pertanian secara intensif. Mereka memformulasikan
seperangkat standart minimum kesejahteraan yang akhirnya dikenal sebagai
‘Prinsip Lima Kebebasan’. Selama bertahun-tahun standart ini direvisi oleh Dr.
John Webster dkk. Revisi yang paling baru oleh Komite Kesejahteraan Hewan
Peternakan Inggris terjadi pada tahun 1993.
Tahun
1967, Peter Robert merupakan petani asal Inggris mendirikan Compassion in World Farming untuk
memprotes dan melawan kekerasan pada hewan ternak (European Communities 2007). Compassion in World Farming berkembang
menjadi organisasi yang kantornya tersebar sampai ke negara Irlandia, Perancis,
Belanda, dan perwakilan di 7 negara lainnya termasuk di Afrika Selatan dan
Oseania (Compassion in World Farming 2012). Semenjak tahun 1970-an,
perlindungan hewan terbagi menjadi 2, yaitu kesejahteraan hewan (animal welfare) dan hak asasi hewan (animal right). Tahun 2002, Jerman
menjadi negara Eropa pertama yang mempunyai undang-undang tentang perlindungan
hewan yang berbunyi “Negara bertanggung jawab terhadap perlindungan dasar alam
dalam kehidupan hewan untuk generasi yang akan datang”.
3.3. Lima Konsep Kebebasan/Kesejahteraan
Hewan ” (Five of Freedom Animal Welfare)
Negara
Swiss diketahui juga memasukan perlindungan hewan ke dalam amandemen
undang-undang. Sehingga sejak tahun
1992 Inggris mencetuskan cara untuk
menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan” (Five of
Freedom) diantaranya:
1. Freedom
from hunger and thirst (bebas
dari rasa lapar dan haus). Senantiasa dapat menyediakan secara terus menerus
akses untuk mendapatkan makanan dan minuman untuk kesehatan dan keberlangsungan
hidup hewan.
2. Freedom
from discomfort (bebas
dari rasa panas dan tidak nyaman). Senantiasa memberikan kesempatan untuk dapat
beristirahat berteduh untuk melindungi hewan dari cekaman
lingkungan/cuaca buruk yang panas ataupun dingin sehingga hewan merasa nyaman
dan mampu berproduksi secara optimum.
3. Freedom
from pain, injury, and disease (bebas
dari luka, penyakit dan sakit). Senantiasa mencegah hewan dari
hal-hal yang menyebabkan sakit luka dan penyakit dengan melakukan tindakan
preventif, kuratif dan promotif.
4. Freedom
from fear and distress (bebas
dari rasa takut dan penderitaan). Senantiasa memperlakukan hewan dengan baik
secara etika dengan menghindari perlakuan yang menyebabkan ketakutan dan penderitaannya sehingga hewan dapat
memenuhi hak –hak kehewanannya.
5. Freedom
to express normal behavior (bebas
mengekspresikan perilaku normal dan alami). Senantiasa memberikan kebebasan
kepada hewan untuk dapat mengekspresikan perilaku alamiahnya dengan menyiapkan
ruang lingkungan serta fasilitas yang sesuai dengan
kelompok-kelompoknya, (Abrianto 2009).
Letak pentingnya kesejateraan hewan
adalah karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan, reproduksi, daya tahan hidup
hewan dan secara otomatis terhadap produksi
dan produknya mengusahakan hewan hidup sealami mungkin atau membiarkan
hewan hidup dengan perjalanan fungsi biologisnya. Dan kelima faktor kebebasan
diatas sangat berkaitan dan
berpengaruh satu sama lain, apabila
salah satu faktor tidak terpenuhi atau diabaikan maka akan berpengaruh pada
faktor yang lain, sehingga semakin
tinggi tingkat kesejahteraannya dan
semakin nyaman dirasakan oleh hewan
maka akan semakin meningkat produksinya diluar masalah genetiknya.
3.4. Peraturan Yang Mengatur
Kesejahteraan Hewan Dan Berbagai Lembaga Dunia
Ada
beberapa Lembaga Dunia Internasional
yang mengatur tentang Animal Welfare seperti:
1. OIE (Office
Internationl des Epizooticae)
2. RSPCA (Royal
Society for the Prevention of Cruelty to Animals)
3. UDAW (Universal
Declaration of Animal Welfare)
4. WSPA (World
Society for the Protection of Animals)
5. CIWF (Compassion
in World Farming)
6. HSI (Humane
Society International) ( Abrianto , 2009).
Organisasi kesejahteraan
hewan pertama di dunia (Society for the Prevention of Cruelty to
Animals) atau disingkat sebagai SPCA pada tahun 1824.
Pada tahun 1840, Ratu Victoria memberikan restunya, dan SPCA berubah
menjadi RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty
to Animals). Beberapa organisasi Animal Welfare juga menyuarakan Animal Welfare dengan
memberikan satu pandangan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
mengenali hewan sebagai makhluk hidup, yang mampu mengalami rasa sakit dan
penderitaan, dan untuk mengakui bahwa kesejahteraan binatang adalah suatu
masalah penting sebagai bagian dari pembangunan sosial bangsa-bangsa di seluruh
dunia. Universal Deklarasi Universal
Kesejahteraan Hewan (Declaration
of Animal Welfare) (UDAW) di
Perserikatan Bangsa-Bangsa, melakukan kampanye berkoordinasi bersama WSPA(World
Society for the Protection of Animals), dengan “Core Working Group” termasuk Compassion
in World Farming (CIWF), the Royal
Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA), dan
the Humane Society International (HSI) dengan
mempromosikan salah satu konsep “Five (5) Freedom“ untuk animal
welfare yang banyak dipakai oleh para penyayang binatang.
Begitu
pula di Indonesai telah banyak regulasi yang mengatur tentang kesejahteraan
hewan Seperti
yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014
Tentang Perubahan Undang-Undang 18 Tahun 2009 Peternakan Dan Kesehatan Hewan Pasal 66A bahwa Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau
menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif. Dan
Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang, sementara pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan Pasal
83 berbunyi
(1)
Kesejahteraan Hewan diterapkan terhadap setiap jenis Hewan yang kelangsungan
hidupnya tergantung pada manusia yang meliputi Hewan bertulang belakang dan
Hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(2)
Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
menerapkan prinsip kebebasan Hewan yang meliputi bebas: a. dari rasa lapar dan
haus;
b. dari rasa sakit, cidera,
dan penyakit; c. dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; d.
dari rasa takut dan tertekan; dan e. untuk mengekspresikan perilaku alaminya.
(3)
Prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan pada
kegiatan:
a. penangkapan dan
penanganan; b. penempatan dan pengandangan; c. pemeliharaan dan perawatan; d.
pengangkutan; e. penggunaan dan pemanfaatan; f. perlakuan dan pengayoman yang
wajar terhadap Hewan; g. pemotongan dan pembunuhan; dan h. praktik kedokteran
perbandingan.
(4)
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan oleh orang yang
memiliki kompetensi di bidang Kesejahteraan Hewan.
Pasal
84
(1)
Penerapan prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 wajib
dilakukan oleh:
a. pemilik Hewan;
b. orang yang menangani
Hewan sebagai bagian dari pekerjaannya; dan
c. pemilik fasilitas
pemeliharaan Hewan.
Sedangkan
KUHP Pasal 302
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap
hewan:
a) barang
siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja
menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
b) barang
siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk
hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada
di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau
menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga
ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3) Jika
hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan
melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana, (Soesilo. R, 1991), dan (Moeljanto,
2008).
Hingga
saat ini OIE masih terus membahas dan menyempurnakan
berbagai Standard dalam hal kesejahteraan hewan. Pada OIE Code atau Terrestrial
Animal Health Code 2015 telah
mengatur transportasi hewan dan akan mengeluarkan berbagai standard lagi
berasaskan kesrawan termasuk dalam pemotongan/penyembelihan (slaughter).
OIE
mengelompokkan cakupan isu kesrawan sebagai berikut :
a. Kategori kelompok hewan
a. Kategori kelompok hewan
1.
pada
hewan yang digunakan dalam pertanian dan
aquakultur untuk produksi,breeding dan hewan kerja
aquakultur untuk produksi,breeding dan hewan kerja
2.
hewan
kesayangan termasuk hewan kesayangan eksotik
(tangkapan liar maupun spesies non tradisional)
(tangkapan liar maupun spesies non tradisional)
3.
hewan
yang dipergunakan untuk research/penelitian,pengujian (testing) dan pengajaran
(teaching purposes)
4.
hewan
liar di alam termasuk isu perburuannya,jenis jebakan hewan yang digunakan serta
penggunaan jenis pestisida untuk vertebrata
5.
hewan
yang digunakan untuk olah raga,rekreasi dan hiburan termasuk pula hewan dalam
sirkus dan kebun binatang
b. Perkandangan (housing)
c.
Manajemen
d.
Transportasi
e.
penyembelihan
f.
Cara mematikan hewan untuk kontrol penyakit (penyembelihan yang manusiawi,
eutanasia individu hewan, eliminasi/ pembunuhan massal untuk kontrol penyakit).
Pengaturan
lainnya adalah dalam hal : a. Modifikasi genetik dan cloning; b. Seleksi
genetik untuk hewan produksi dan hewan hobby;
c. Penanganan dengan prinsip-prinsip veteriner.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Kualitas
kelangsungan hidup dari seekor hewan saat ini terus berkembang dan menjadi
issue penting yang terkait kesejahteraannya, dan hal tersebut sangat
dipengaruhi oleh bebrapa hal, yang sebagian besar merupakan intervensi manusia
dan sebagianya juga oleh alam.
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini menjadikan hewan bukan hanya
sebagai sentra kebutuhan pokok manusia secara konsumtif, akan tetapi juga
diarahkan untuk kepentingan nasional seperti sebagai sarana untuk penelitian,
hiburan, pendidikan, konservasi dan keperluan khusus oleh instansi/lembaga
tertentu. Untuk keberlangsungan hal itu, dengan seksama pemerintah mengaturnya
sedemikian rupa sehingga terjaga kelestariannya untuk tetap menjaga
kesejahteraannya selama kehidupannya. Gangguan
kesejahteraan hewan secara umum akan mempengaruhi kondisi hewan tersebut dalam parameter fisiologis, psikologis dan
ketahanan terhadap penyakit. Dengan adanya perubahan parameter tersebut diatas
akan dapat merubah status kesejahteraan hewan dan memicu timbulnya faktor
sekunder yang mempercepat proses timbunya penyakit tertentu.
Gangguan kesejahteraan hewan tersebut dapat terjadi selama
transportasi, selama berada dalam kandang, didalam Rumah Potong Hewan, perlakuan dan metode-metode yang digunakan
selama perlakuan dan lain-lain. Salah satu contoh sederhana gangguan
kesejahteraan hewan itu adalah perilaku kasar manusia selama tindakan
pengambilan sampel darah, penyuntikan, perpindahan hewan, pada saat bongkar dan
muat hewan, bahkan selama pada
transportasi dengan jarak tempuh yang
cukup lama, tanpa makan dan minum, masa istirahat yang terbatas, kepadatan,
suhu, kelembaban, alat angkut yang tidak strandar bahkan cara pengemudi
mengatur jalu kendaraannya seperti berhenti tiba-tiba dan lain-lain akan dapat menyebabkan
stress pada hewan sehingga mengacaukan status
hormonal yang ditandai dengan
peningkatan hormone kortisol, maupun hormone adrenalin, bahkan dapat
menyebabkan kematian selama transportasi akibat sarana dan prasarana transportasi (alat angkut
) yang tidak memadai (Gradin, 1996).
Pengabaian
kesejahteraan hewan tidak hanya mempengaruhi kelangsungan hidup ternak, akan
tetapi juga dapat berujung pada kualitas produk yang dihasilkan, dalam arti
bahwa, hewan yang sejahtera akibat
perlakuan yang manusiawi akan diperoleh
produk dari hewan tersebut dengan baik, demikian sebaliknya. Sebagai contoh ketika
hewan medapat perlakuan kasar selama sebelum dipotong makan kualitas daging/karkas
yang diperoleh menjadi kurang baik atau yang disebut Dark Firm Dry (DFD), dimana daging menjadi lebih gelap, kaku dan kering
akibat peningkatan pH dalam otot yang melebihi normal dan penurunanan kadar
Asam laktat akibat berkurangnya
persediaan glycogen pada otot akibat
stress, rasa takut dan sakit selama sebelum pemotongan terjadi.
Memang tidak mudah
untuk menentukan standar perilaku dan intervensi manusia terhadap hewan
sehingga dapat memenuhi sebagai syarat standar kesejahteraannya. Sangat banyak
cakupan dimensi yang harus dipandang agar dapat menentukan atau megeksekusi
bahwa sesuatu hal itu termasuk bagian dari kesejahteraannya. Namun yang paling
penting adalah bagaimana memperlakukan setiap hewan dengan baik tanpa
mengurangi hak hidup dan kekebasannya. Perlu disadari juga bahwa hewan adalah
tidak sama dengan manusia yang bisa diajak berkomunikasi/berdialog sehingga
dapat memenuhi keinginan manusia. Dan sebagian besar keinginan manusia tidak
sejalan dengan keinginan dan yang dirasakan oleh hewan, sehingga dengan keadaan
yang demikian itu bisa saja memungkinkan terjadinya sikap-sikap manusia yang
dianggap berlebihan terhadap hewan. Namun tidak hanya sampai disitu, ketika
banyak pemerhati kesejahteraan hewan melakukan penelusuran dan penelitian,
pengamatan, maka semakin dalam dan banyak dimensi yang harus diperhatikan dari
hulu sampai hilir, bahkan bisa terjadi pelarangan yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya oleh masyarakat awam pada umumnya.
Sampai saat ini semakin banyak bermunculan protes
terhadap perlakuan tidak manusiawi pada hewan, konsep kesejahteraan hewan mulai
diberlakukan secara ketat dengan asas regulasi animal right. Pemerhati kesejahteraan hewan diberbagai negara
berbeda-beda memahami dimensi kesejahteraan hewan tetapi tanpa mengabaikan konsep dan prinsipnya,
dan tidak jarang dimensi yang dilibatkan
juga adalah dimensi yang terbawa berdasarkan emosional dan perasaan sebagian
pemerhati kesejahteraan sehingga sampai produk yang dihasilkanpun harus
diperlakukan dengan baik. Hal tersebut memang tidak salah/keliru dan itu
merupakan bentuk kepedulian terhadap apa yang telah memberi manfaat untuk
manusia, akan tetapi bagai mana perilaku antara hewan yang satu dengan hewan
yang lain yang kanibal (sebagai contoh), bagaimana kejadian pada buaya yang
menerkam dan membunuh seekor kambing atau rusa? Siapa yang bisa melarang? Dan
siapa yang menilai?
Manusia hendaknya mampu
bertanggungjawab terhadap kelayakan hidup dan kehidupan hewan (baik yang
dipelihara maupun yang hidup liar),
karena kehidupan hewan merupakan
bagian dari kehidupan manusia
seperti dalam mata rantai kehidupan dan pada hakikatnya hewan juga
mempunyai perasaan kebosanan, kenyamanan, kesenangan, atau penderitaan
selayaknya manusia (Eccleston, 2009). Partisipasi dan kepedulian manusia terhadap hewan akan memberikan rasa nyaman pada hewan
terhadap segala perlakuan manusia baik pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan
menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi hewan. Hewan yang telah
terpenuhi segala bentuk kesejahteraannya secara otomatis akan memberikan dampak
dan manfaatnya untuk manusia yang pada akhirnya dengan kesejahteraan dan
kesehatan hewan juga memberikan kesejehteraan secara ekonomis dan kesehatan bagi manusia.
4.1.
Kesejahteraan Hewan Di Karantina
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme
pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri,
atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun
2009). Yang dimaksud Kesejahteraan Hewan adalah bagaimana hewan
menghadapi kondisi dimana dia hidup. Hewan dalam keadaan kesejahteraan hewan
yang baik jika (di indikasikan dengan bukti ilmiah) sehat, nyaman, cukup gizi,
aman, dapat mengekspresikan perilaku bawaannya dan jika tidak menderita dari
keadaan tidak menyenangkan seperti sakit, takut dan tertekan ( OIE, 2015).
Penting untuk diperhatikan dan di anjurkan kepada pemilik hewan agar petugas
(dari pihak pemilik hewan) yang mengangkut hewan keatas alat transportasi untuk
tidak memberi perlakuan yang kasar yang menyebabkan hewan menjadi stress, yang
terus berlanjut selama perjalanan dan penurunan /pembongkaran di tempat
tujuan.
4.2. Tindakan Karantina Terhadap Media
Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (MP HPHK)
Dalam
peraturan perundangan perkarantinaan
telah mempertimbangkan masalah
kesejahteraan hewan, seperti yang tertuang didalam UU No 16 Tahun 2009 Tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah
No 82 tahun 2000 Tentang Karantina Hewan. Bahwa petugas karantina
melakukan tindakan berupa Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan,
Penahanan, penolakan, Pemusnahan dan Pembebasan (Pasal 10 UU No 16 Tahun 2009).
Dalam setiap tindakan tersebut petugas tentunya berhubungan secara fisik/kontak
dengan Media Pembawa (MPHPHK) terutama pada saat perlakuan terhadap MPHPHK
(hewan besar maupun kecil). Perlakuan yang bersifat Preventif ( tindakan
pencegahan penyakit dengan vaksinasi), bersifat Kuratif ( tindakan pengobatan
dengan anitibotik), bersifat promotif (
tindakan pemulihan kondisi dengan vitamin) ( Penjelasan Pasal 12 PP No 82 Tahun
2000) perlu juga mempertimbangkan nilai-nilai/prinsip kesejahteraan hewan dengan menghindari rasa sakit yang berlebihan
dari hewan, mengurangi tingkat stres hewan. Grandin.T (1996) menyatakan bahwa
hewan yang diperlakukan dengan kasar dapat menyebabkan dua kali lebih banyak
cedera (memar) dari hewan yang diperlakukan dengan lembut. Tingkat kesejahteraan
hewan akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan, daya tahan terhadap
penyakit, reproduksi, dan patologi hewan (European
Communities, 2007).
4.3.
Persyaratan Instalasi Karantina Hewan (IKH)
Demikian juga dalam hal sarana dan prasana perkarantinaan
seperti Insatalasi Karantina Hewan (IKH), bahwa dalam pembangunan IKH
dipertimbangkan persyaratan kelayakan secara teknis dengan memperhatikan salah
satu atau beberapa resiko yang menyebabkan gangguan terhadap kesejahteraan hewan pada (Pasal 80
PP No 82 Tahun 2000). Pada kandang penampungan/isolasi/instalasi harus
dapat menampung hewan dengan kapasitas optimum sehingga hewan dapat bergerak
dengan nyaman (Hidayat, 2011). Instalasi karantina
digunakan untuk keperluan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan,
penahanan, pemusnahan, harus
memenuhi prinsip kesejahteraan hewan
seperti pemenuhan kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungannya
memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari rasa sakit, ketakutan, dan
tertekan (Permentan No. 34 Tahun 2006). Selama berada didalam
IKH, hewan harus terjaga kesehatannya secara umum, karena jika tidak sehat atau
masih sakit maka pihak karantina akan melakukan tindakan pengobatan hingga
sembuh, dan jika tidak sembuh juga maka hewan tersebut tidak diijinkan untuk di
lalulintaskan karena dianggap tidak layak untuk dibebaskan atau ditolak
keberangkatannya, bahkan dapat dimusnahkan jika terjangkit penyakit golongan 1
karena dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan hewan yang lainnya dan
berpotensi menyebarkan penyakit. Lagipula jika membebaskan hewan yang sakit
merupakan bentuk kelalaian dan pelanggaran dalam hal menambah penderitaan hewan
selama transportasi dan hal tersebut sudah termasuk mengabaikan prinsip
kesejahteraan hewan.
4.4.
Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan
Tidak hanya itu, karantina juga menekankan agar tidak
terjadi kemungkinan gangguan kesejahteraan hewan dengan memperhatikan dan
menilai serta mempersyaratkan secara teknis terhadap kelayakan alat angkut dan
kemasan yang merupakan sarana transportasi hewan (Pasal 52-55 PP No 82 Tahun
2000). Alat angkut yang digunakan sebagai alat tansportasi MP HPHK harus
memenuhi persyaratan untuk kesehatan hewan juga kesejahteraan hewan, karena
alat angkut selain berpotensi menularkan penyakit, juga dapat mengganggu kenyamanan hewan selama
perjalanan menuju tujuan jika tidak memenuhi syarat kepadatan/kapasitas,
kelembaban, suhu, kebersihan. Transportasi
memiliki peran penting untuk mempengaruhi tingkat stress hewan, faktor yang
mempengaruhi stress selama transportasi adalah iklim, lama perjalanan,
kapasitas dalam truk, dan getaran pada truk (Swanson and Tesch, 2001). Dan setelah tiba di IKH hewan harus diturunkan dalam waktu 30 menit
setelah sampai untuk mengurangi tingkat stres pada hewan selama perjalanan
(Menurut Meat and Livestock Australia (2012). Penanganan hewan selama
berada ditransportasi sampai di Instalasi maupun di RPH di harapkan dapat memberikan perlakuan
dengan memperhatikan prinsip animal
welfare karena perlakuan kasar pada hewan akan dapat mempengaruhi tingkat stress dan kualitas
daging (Gradin, T.1996). Demikian juga dengan kemasannya, harus memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan sehingga tidak menyebabkan kerusakan atau
kebocoran pada MP HPHK, menjaga produk tetap utuh dan senantiasa terjaga
higienitasny, sehingga memberikan
kesehatan bagi konsumen. Dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dengan penjelasan keamanan pangan
didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya pencemaran pangan dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
akan mengganggu, merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia.
4.5.
KendalaYang Di Hadapi Secara Umum
Karakter dan pola pikir
masyarakat yang bermacam-macam menjadikan sosialisasi yang diberikan dan
pendekatan yang dilakukan kurang optimal,
dan penegakan ketentuan-ketentuan
hukum tentang kesejahteraan hewan menjadi lemah akibat partisipasi dan kesadaran masyarakat yang kurang sehingga
untuk mewujudkan prinsip kesejahteraan hewan seutuhnya masih jauh dari harapan.
Disamping itu pendampingan pemerintah yang terbatas akibat sumberdaya yang
terbatas juga merupakan kendala yang sering dihadapi dan menjadi dilema apabila
berhadapan dengan perilaku yang mengutamakan kebiasaan adat istiadat dan kepentingan-kepentingan golongan tertentu
sehingga secara umum dapat saja mengabaikan prinsip kesejahteraan hewan.
Titik kritis terjadinya
gangguan kesejahteraan hewan adalah biasanya karena pengetahuan dan penerapan keterampilan petugas
yang masih kurang, sarana dan
prasarana alat angkut dan IKH, serta lingkungan yang kurang mendukung. Pada
saat perlakuan seperti pemberian obat atau pengambilan darah yang biasanya sering mendapat perlawanan
dari hewan, pada saat itu tanpa disadari petugas harus mengandling dan memasukkan sejumlah dan berbagai jenis
obat. Proses menaikan atau menurunkan dari alat angkut oleh anak kandang atau
petugas dari pihak pemilik hewan juga biasanya sering mendapatkan perlawanan
dari hewan, pada saat itu juga bisa saja terjadi perlakuan yang tidak nyaman
untuk hewan.
Pada alat angkut juga bisa
terjadi benturan-benturan hewan yang
dapat melukai hewan, biasanya kelayakan alat angkut belum seluruhnya sempurna
dan belum seluruh unsure desain yang dipersyaratkan bisa terpenuhi, karena
desain alat angkut yang digunakan saat ini belum banyak didesain khusus untuk
hewan, yang pada akhirnya digunakan alat
angkut yang umum digunakan dan hanya dimodifikasi seperlunya saja. Ketidaknyamanan hewan juga dapat diperoleh
selama transportasi dari daerah asal ke daerah
tujuan, keadaan dan situasi
selama perjalanan yang
kadang tidak bisa diprediksi
optimalisasinya bisa menyebabkan gangguan kesejahteraan hewan.
Didalam IKH pun bisa terjadi
gangguan kesejahteraan hewan jika jumlah atau frekwensi hewan yang sedang keluar/masuk sedang
tinggi/banyak. Kepadatan populasi ternak dalam kandang instalasi akan mengurangi
kebebasan gerak menggangu kesejahteraan hewan, ditambah lagi lingkungan
IKH yang terlalu kotor, minim penerangan,
minim persediaan air minum, kebisingan yang tinggi, dan lain sebagainya.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
1.
Penerapan konsep Kesejahteraan hewan (animal welfare) dalam perspektif
karantina hewan baik dalam tindakan
karantina hewan, Alat angkut, sarana prasana Instalasi Karantina Hewan (IKH) telah mempertimbangkan prinsip
kesejahteraan hewan (Animal wefare) sesuai
dengan peraturan perudangan perkarantinaan yang berlaku ((Pasal 10 UU No 16
Tahun 2009), Pasal 52-55, 80 PP No 82 Tahun 2000), Penjelasan Pasal 12 PP No 82
Tahun 2000) dan (Permentan No. 34 Tahun 2006).
2.
5 Aspek kesejahteraan hewan yang perlu
diperhatikan, bahwa hewan harus mendapatkan kebebasan dari rasa
lapar dan haus, kebebasan dari rasa panas dan tidak
nyaman, kebebasan dari luka, penyakit dan sakit, kebebasan dari rasa takut dan
penderitaan, kebebasan
untuk mengekspresikan perilaku normal
dan alami.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2009. Kesejahteraan
Hewan Sapi. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan-sapi. Diakses
pada 16 November 2011
Abrianto, 2009. Kesejahteraan Hewan. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan. Diakses pada 16 November 2011
Compassion
in World Farming. 2012. History and Achievement.
http://www.ciwf.org.uk/about_us/history_achievements/default.aspx (Diunduh pada
12 Maret 2012).
European
Communities. 2007. Factsheet: Animal Welfare March 2007.
Directorate-General for Health and Consumer Protection. European
Commission. Brussels.
Eccleston KJ. (2009).
Animal Welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan Kesejahteraan Binatang di
Jawa Timur. Australian Consortium For In-Country Indonesian Studies Angkatan
Ke-28.
Grandin T. (1996).
Factors that impede animal movement at slaughter plants. Journal of the
American Veterinary Medical Association 129: 757.
Hidayat MM. (2011). Kedatangan Ternak ke RPH “Unloading
dan Lairaging”. Bogor.
Moeljatno, 2008,
Kitab Undang Undang Hukum Pidana, cetakan 27, Bumi Aksara, Jakarta.
Meat and Livestock
Australia. (2012). Prosedur Standar Operasional untuk Kesejahteraan Ternak.
Australia.
OIE, 2015. “Introduction To Recommendation For Animal
Welfare” cahpter 7.1 terrestrial animal health code dan “transport of animals
by sea” (Tata cara transportasi hewan
melalui laut terjemahan Oleh Putu Ayu Riski)
Peraturan Pemerintah
No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 34/permentan/ot.140/7/2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Penetapan Instalasi Karantina Hewan
R. Soesilo.
1991. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia:
Bogor.
Main D. 2003.
Pengamatan Kesrawan dan Lima Kebebasan Hewan. University of Bristol and WSPA.
Indonesia Medicus Veterinus Juni 2015 4(3) : 238-248 pISSN :
2301-7848;eISSN : 2477-6637 248
Undang-Undang No 16
Tahun 2009 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Undang-Undang No 14 Tahun 2014. Perubahan Atas
Undang-Undang No 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Swanson JC and Tesch
JM. (2001). Cattle transport: Historical, research, and future perspectives.
American Society of Animal Science. J. Anim. Sci. 79 (E. Suppl.):
E102–E109.