Jumat, 16 Maret 2018

KESEJAHTERAAN HEWAN (ANIMAL WELFARE ) DALAM PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN


KARYA TULIS ILMIAH

KESEJAHTERAAN  HEWAN (ANIMAL WELFARE ) DALAM  PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN  

Oleh
                                       drh. AMIRULLAH                                       


 KATA PENGANTAR


Puji syukur  dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan kepada saya untuk menyelesaikan tulisan  tentang  Kesejahteraan  Hewan (Animal Welfare ) Dalam  Perspektif Tindakan Karantina Hewan”  
Kesejahtetaan hewan merupakan perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena-mena manusia. Penerapan kesejahteraan hewan dalam bidang perkarantinaan telah tertuang dalam peraturan perundangan perkarantinaan terutama dalam teknis penerapan persyaratan kelayakan sarana dan prasarana alat angkut serta Instalasi Karantina Hewan (IKH). Sehingga dengan persyaratan teknis itu dapat dilaksanakan untuk memberikan rasa nyaman terhadap hewan dan  memenuhi asas kesejahteraan hewan serta mencegah sakit dan penderitaan hewan.
Harapan penulis semoga dengan tulisan ini dapat memberikan tambahan informasi dan wawasan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam tulisan ini, sehingga penulis berharap kepada pembaca sekiranya dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
                                                                                                       Lembar,  November 2016
                                                                                                                                            Penulis,







Lampiran Peraturan Menteri Pertanian
Nomor: 34/Permentan/OT.140/6/2011
Tanggal: 20 juni 2011


PERNYATAAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH PEJABAT FUNGSIONAL RUMPUN ILMU HAYATI LINGKUP PERTANIAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama                                     : drh. I Putu Terunanegara
NIP                                         : 19690617 199603 1 001
Jabatan                                  : Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram
Instansi                                  : Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram

Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah berjudul Kesejahteraan  Hewan (Animal Welfare ) Dalam  Perspektif Tindakan Karantina Hewan”  memang benar disusun oleh Pejabat Fungsional dibawah ini:
Nama                                     : drh. Amirullah
NIP                                         : 19780430 201101 1 005
Pangkat/Gol.Ruang/TMT    : Penata/III-c/ 1 April 2016
Jabatan                                  : Medik Veteriner Muda
Instansi                                  : Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan  sebagaimana mestinya dengan penuh tanggungjawab/


                                                                                           Lembar,  November 2016
                                                                                                       Kepala Balai,





                                                                                               drh. I Putu Terunanegara
                                                                                           NIP. 19690617 199603 1 001








RINGKASAN

Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Atau kesejahteraan hewan didefinikan sebagai perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena mena manusia Kelalain dalam menerapkan kesejahteraan hewan dapat menimbulkan gangguan secara fisologis, psikologis, reproduksi, ganguan pertumbuhan, dan daya tahan terhadap penyakit, Aspek kesejahteraan hewan meliputi 5 kebebasannya yaitu : Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus). Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman). Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit).   Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan). Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami).
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun 2009). Pelaksanaan tindak karantina juga mempertimbangkan nilai-nilai kesejahteraan hewan dan telah dituangkan kedalam peraturan perundangan bidang perkarantinaan terutama persyaratan teknis kelayakan alat angkut/transportasi dan Instalasi Karantina Hewan ( IKH).


Kata kunci: Kesejahteraan Hewan, Karantina, Peraturan Perundangan
*) Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan  kegiatan pengembangan profesi
**) Penulis  : drh. Amirullah, Medik Veteriner Muda, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram




KESEJAHTERAAN  HEWAN (ANIMAL WELFARE ) DALAM  PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN  

Kesejahteraan  Hewan (Animal Welfare ) Dalam  Perspektif Tindakan Karantina Hewan”,  Oleh:  drh. Amirullah, Medik Veteriner Muda, Balai Karantina Pertanian  Kelas I Mataram. Perpustakaan Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, Nomor Katalog: 013.L.19.B.PUSKH.2016 Alamat: Jl. Pelabuhan No 9. Lembar, Lombok Barat. Mataram Nusa Tenggara Barat. 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..ii
RINGKASAN……………………………………………………………………………iii
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I  PENDAHULUAN…………………………………………………………….…1
1.1.        Latarbelakang…………………………………………………………...1
1.2.        Maksud dan Tujuan Penulisan………………………………………..3
BAB II  MATERI DAN METODE…………………………………………….………..4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………...……5
3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan……………………………………….5
3.2. Sejarah Asal Mula Kepedulian Terhadap
       Kesejahteraan Hewan (Animal  Welfare)…………………………..…..5
3.3. Lima Konsep Kebebasan/Kesejahteraan Hewan
       ” (Five of Freedom Animal Welfare)…………………………………....7
3.4. Peraturan Yang Mengatur Kesejahteraan Hewan Dan
      Berbagai Lembaga Dunia……………………………………….…...…..8
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………….…………13
            4.1. Kesejahteraan Hewan Dan Karantina ………………………….……..16
4.2.Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa
      Hama Penyakit Hewan Karantina (MP HPHK)……………..……...….16
4.3. Persyaratan Instalasi Karantina Hewan (IKH)……………………..….17
4.4. Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan………………………18
4.5. KendalaYang Di Hadapi Secara Umum………………………..……...19
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………..……..21
5.1. Kesimpulan……………………………………………………………..…21
DAFTAR  PUSTAKA







BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Kesejahteraan hewan saat ini merupakan issue yang cukup menjadi perhatian banyak kalangan,  Berbagai macam elemen dan unsur yang berkaitan dengan bidang kehewanan seperti  pemerintah, yayasan dan aktivis/LSM serta kelompok pemerhati hewan  di berbagai negara sangat memperhatikan masalah kesejahteraan terhadap hewan. Sebagai contoh  seperti yang telah  terjadi di Indonesia pada tahun 2011 bahwa adanya perlakuan yang  tidak manusiawi terhadap hewan di beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) Indonesia. Kejadian itu menjadikan pemerintah Asutralia menghentikan ekspor sapinya ke  Negara Indonesia. Pencabutan larangan ekspor tadi sebagai bentuk protes dari  Negara Australia terhadap Negara Indonesia akibat perilaku sejumlah oknum yang mengabaikan kesejahteraan hewan. Indonesia "diwajibkan" membenahi sistem penanganan sapi-sapi hidup asal Australia, dan semuanya wajib menjaga prinsip-prinsip kesejahteraan ternak (Animal Welfare) mulai dari saat dalam proses pengiriman, massa penggemukan, hingga proses pemotongan di RPH. Pemerintah Australia juga telah melakukan sikap yang sama terhadap Negara Mesir pada tahun 2006 silam (Hidayat  2011).
Pemerhati dan pecinta hewan kecil juga menyoroti proses perlakuan eliminasi anjing dan manajemen hewan lainnya yang terjadi di bali dan daerah lainnya, karena diangap mengabaikan kesejahteraan hewan, Bagaimanpun hewan adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan yang bernyawa yang mempunyai perasaan/indera dan dibuktikan mampu merasa dan peka serta berhak untuk  hidup dengan layak dan memperoleh perlakuan  layaknya sebagai mahluk hidup. Disamping itu pula bahwa hewan  merupakan mahluk hidup sebagai unsur penting dari pada rantai kehidupan manusia.
Perlakuan terhadap hewan dengan mengabaikan unsur kesejahteraan hewan, akan berpengaruh kepada hewan dan produknya. Ketidaknyamanan hewan yang diartikan dalam bentuk kesejahteraannya akan mempengaruhi seluruh unsur proses biokimia dan metabolisme, hormonal fisiologis dalam tubuh hewan yang  berdampak  pada produk hewan yang akan dihasilkan.  Perlakuan terhadap hewan selama pengangkutan, transportasi, selama masa karantina dan berada di dalam Instalasi Karantina Hewan juga menjadi penting untuk memperhatikan prinsip atau konsep kesejahteraan hewan dengan 5 kebebasannya. Ketentuan dan persyaratan untuk menerapkan segala komponen untuk mewujudkan kesejahteran hewan telah banyak diatur dalam regulasi peraturan perundangan namun kurang disosialisasikan dan diedukasikan sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap rasa tanggungjawab  untuk merawat, memberikan rasa nyaman dan melindungi hewan.
Aspek  kesejahteraan  hewan  sangat beragam dan berbeda, serta sudah  diatur  dengan  dasar ketentuan-ketentuan  etika dan kesehatan hewan agar dapat dipertanggungjawabkan secara moral  dan  ilmiah. Dalam meminimalisir dan membebaskan hewan dari unsur kelalaian manusia terhadap berbagai jenis hewan dengan segala aspeknya harus tetap memegang konsep/azas-azas kesejahteraan hewan dengan 5 kebebasannya.   American Veterinary Medical Association (AVMA) memberikan gambaran bahwa seluruh aspek kenyamanan  hewan termasuk mempersiapkan lingkungan yang nyaman, kandang yang layak, manajemen nutrisi, pencegahan penyakit, perawatan, pemeliharaan, penanganan yang baik, perlakuan yang tidak kasar dan menyiksa adalah tanggungjawab manusia.
Karantina Pertanian  secara umum dan Karantina Hewan  secara khusus  belum banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. Karantina hewan masih perlu terus melakukan sosialisasi dan memperkenalkan kepada masyarakat umum tentang kegiatan dan aktivitas perkarantinaan yang sedang berjalan, sehingga masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya bisa memahami apa dan bagaimana  karantina hewan itu terutama dalam penerapan konsep kesejahteraan hewan. Karantina hewan dalam pelaksanaan tindakannya telah mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan sisi kesejahteraan hewan, seperti dalam tindakan karantina 8 P, alat angkut dan perlakuannya, Instalasi Karantina Hewan (IKH) dengan sarana dan prasarannya.  Hal tersebut diatas telah diatur dalam peraturan perundangan perkarantinaan serta petunjuk teknisnya sehingga dalam pelaksanaannya dapat memenuhi pesyaratan yang dipersyaratkan untuk  memenuhi dan mempertimbangkan prinsip atau lima konsep kebebasan hewan untuk mendapatkan kesejahteraannya (five of Freedom Animal Welfare).


1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pengetahuan kepada pembaca tentang penerapan konsep kesejahteraan hewan (animal welfare) pada tindakan Karantina Hewan.







BAB II

MATERI  DAN METODE

            Tulisan tentang Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)  dalam perspektif tindakan karantina hewan ini disusun  berdasarkan  studi  literature , jurnal,  artikel,  peraturan  perundangan  dan berbagai sumber  yang terkait.



















BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan

             Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Adapun Defenisi lain Animal Walfare atau kesejahteraan hewan adalah perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena mena manusia, (UU No 14 Tahun 2014).
Sudut pandang kesejahteraan hewan, baik hewan yang sering berinteraksi dengan manusia secara konsumtif (hewan ternak dan hewan potong ternak besar/kecil), maupun hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan kerja dan hewan kesayangan. secara umum dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek kesejahteraan hewan dari sudut pandang keilmuan (Welfare Science), dari sudut pandang etika (Welfare Ethics), dan sudut pandang hukum (Welfare law).

3.2. Sejarah Asal Mula Kepedulian Terhadap Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)

Berawal dari  pemikiran  tentang hak-hak  dasar bagi hewan untuk hidup layak/bebas dari intervensi manusia juga sebagai hak mendapatkan perlindungan dan perlakuan oleh manusia terutama dalam hal hak untuk mendapatkan perawatan, tempat tinggal, pengangkutan, pemanfaatan, cara pemotongan, juga cara euthanasi yang baik  (Anonim 2009). Beberapa penelitian sejarah di beberapa masyarakat di dunia, dibuktikan  adanya hubungan antara  perkembangan budaya dan etika, yang dikuti penolakan terhadap adanya eksploitasi, ketidakadilan, kedzoliman, penyiksaan hewan yang diperjuangkan untuk diluruskan. Dengan adanya perjuangan untuk  kesejahteraan manusia juga terjadi  kepedulian dan perjuangan terhadap kesrawan, sehingga muncullah berbagai pemikiran dan gerakan memperjuangkan kesrawan dan untuk memberikan perlakuan yang manusiawi terhadap hewan.
Inggris memiliki sejarah yang mencatat paling lama mengenai perlindungan hewan (animal protection) semenjak tahun 1500-an, tidak berbeda jauh dengan perkembangan di Benua Eropa dan Amerika Utara. Jeremy Bentham adalah pelopor diabad 18-an, yang mempertanyakan tentang hewan ‘apakah mereka bisa menderita?’, yang merupakan konsep dasar dari perkembangan kesejahteraan hewan (European Communities, 2007). Pada tahun 1824 telah  berdiri organisasi asal Inggris yang bernama Society for the Prevention of Cruelty to Animals (SPCA), yang melindungi dan mencegah kekerasan pada kuda sebagai transportasi, (Compassion in World Farming, 2012).
Pada tahun 1965, komisi Bramble yang berbasis di Inggris meninjau kembali kesejahteraan satwa  dan peternakan yang digunakan dalam pemanfaatan pertanian secara intensif. Mereka memformulasikan seperangkat standart minimum kesejahteraan yang akhirnya dikenal sebagai ‘Prinsip Lima Kebebasan’. Selama bertahun-tahun standart ini direvisi oleh Dr. John Webster dkk. Revisi yang paling baru oleh Komite Kesejahteraan Hewan Peternakan Inggris terjadi pada tahun 1993.
Tahun 1967, Peter Robert merupakan petani asal Inggris mendirikan Compassion in World Farming untuk memprotes dan melawan kekerasan pada hewan ternak (European Communities 2007). Compassion in World Farming berkembang menjadi organisasi yang kantornya tersebar sampai ke negara Irlandia, Perancis, Belanda, dan perwakilan di 7 negara lainnya termasuk di Afrika Selatan dan Oseania (Compassion in World Farming 2012). Semenjak tahun 1970-an, perlindungan hewan terbagi menjadi 2, yaitu kesejahteraan hewan (animal welfare) dan hak asasi hewan (animal right). Tahun 2002, Jerman menjadi negara Eropa pertama yang mempunyai undang-undang tentang perlindungan hewan yang berbunyi “Negara bertanggung jawab terhadap perlindungan dasar alam dalam kehidupan hewan untuk generasi yang akan datang”.

3.3. Lima Konsep Kebebasan/Kesejahteraan Hewan ” (Five of Freedom Animal Welfare)

Negara Swiss diketahui juga memasukan perlindungan hewan ke dalam amandemen undang-undang. Sehingga  sejak tahun 1992  Inggris mencetuskan cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan” (Five of Freedom) diantaranya:
1.      Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus). Senantiasa dapat menyediakan secara terus menerus akses untuk mendapatkan makanan dan minuman untuk kesehatan dan keberlangsungan hidup hewan.
2.      Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman). Senantiasa memberikan kesempatan untuk dapat beristirahat  berteduh  untuk melindungi hewan dari cekaman lingkungan/cuaca buruk yang panas ataupun dingin sehingga hewan merasa nyaman dan mampu berproduksi secara optimum.
3.      Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit).  Senantiasa mencegah hewan dari hal-hal yang menyebabkan sakit luka dan penyakit dengan melakukan tindakan preventif, kuratif dan promotif.
4.      Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan). Senantiasa memperlakukan hewan dengan baik secara etika dengan menghindari perlakuan yang menyebabkan ketakutan  dan penderitaannya sehingga hewan dapat memenuhi hak –hak kehewanannya.
5.      Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami). Senantiasa memberikan kebebasan kepada hewan untuk dapat mengekspresikan perilaku alamiahnya dengan menyiapkan ruang  lingkungan  serta fasilitas  yang sesuai dengan kelompok-kelompoknya, (Abrianto 2009).

Letak pentingnya kesejateraan hewan adalah karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan, reproduksi, daya tahan hidup hewan dan secara otomatis terhadap produksi  dan produknya mengusahakan hewan hidup sealami mungkin atau membiarkan hewan hidup dengan perjalanan fungsi biologisnya. Dan kelima faktor kebebasan diatas  sangat berkaitan dan berpengaruh  satu sama lain, apabila salah satu faktor tidak terpenuhi atau diabaikan maka akan berpengaruh pada faktor  yang lain, sehingga semakin tinggi tingkat kesejahteraannya dan  semakin nyaman dirasakan oleh hewan  maka akan semakin meningkat produksinya diluar masalah genetiknya.

3.4. Peraturan Yang Mengatur Kesejahteraan Hewan Dan Berbagai Lembaga Dunia
Ada beberapa Lembaga Dunia Internasional  yang mengatur  tentang Animal Welfare seperti:
1.      OIE (Office Internationl des Epizooticae)
2.      RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals)
3.      UDAW (Universal Declaration of Animal Welfare)
4.      WSPA (World Society for the Protection of Animals)
5.      CIWF (Compassion in World Farming)
6.       HSI (Humane Society International)  ( Abrianto ,  2009).
Organisasi kesejahteraan hewan pertama di dunia (Society for the Prevention of Cruelty to Animals) atau disingkat sebagai SPCA pada tahun 1824. Pada tahun 1840, Ratu Victoria memberikan restunya, dan SPCA berubah menjadi RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals). Beberapa  organisasi Animal Welfare juga menyuarakan Animal Welfare  dengan memberikan satu pandangan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengenali hewan sebagai makhluk hidup, yang mampu mengalami rasa sakit dan penderitaan, dan untuk mengakui bahwa kesejahteraan binatang adalah suatu masalah penting sebagai bagian dari pembangunan sosial bangsa-bangsa di seluruh dunia. Universal Deklarasi Universal Kesejahteraan Hewan (Declaration of Animal Welfare) (UDAW) di Perserikatan Bangsa-Bangsa, melakukan kampanye  berkoordinasi bersama WSPA(World Society for the Protection of Animals), dengan “Core Working Group” termasuk Compassion in World Farming (CIWF), the Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA), dan  the Humane Society International (HSI) dengan mempromosikan salah satu konsep “Five (5) Freedom“ untuk  animal welfare yang banyak dipakai oleh para penyayang binatang.
Begitu pula di Indonesai telah banyak regulasi yang mengatur tentang kesejahteraan hewan Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang 18 Tahun 2009 Peternakan Dan Kesehatan Hewan Pasal 66A bahwa  Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif. Dan Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang, sementara pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan Pasal 83 berbunyi
(1) Kesejahteraan Hewan diterapkan terhadap setiap jenis Hewan yang kelangsungan hidupnya tergantung pada manusia yang meliputi Hewan bertulang belakang dan Hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(2) Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menerapkan prinsip kebebasan Hewan yang meliputi bebas: a. dari rasa lapar dan haus;
b. dari rasa sakit, cidera, dan penyakit; c. dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; d. dari rasa takut dan tertekan; dan e. untuk mengekspresikan perilaku alaminya.
(3) Prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan pada kegiatan:
a. penangkapan dan penanganan; b. penempatan dan pengandangan; c. pemeliharaan dan perawatan; d. pengangkutan; e. penggunaan dan pemanfaatan; f. perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap Hewan; g. pemotongan dan pembunuhan; dan h. praktik kedokteran perbandingan.
(4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi di bidang Kesejahteraan Hewan.

Pasal 84
(1) Penerapan prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 wajib dilakukan oleh:
a. pemilik Hewan;
b. orang yang menangani Hewan sebagai bagian dari pekerjaannya; dan
c. pemilik fasilitas pemeliharaan Hewan.
Sedangkan KUHP Pasal 302
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
a)  barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
b)  barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3)  Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4)  Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana, (Soesilo. R, 1991), dan (Moeljanto, 2008).
            Hingga saat ini OIE masih terus membahas dan  menyempurnakan berbagai Standard dalam hal kesejahteraan hewan. Pada OIE Code atau Terrestrial Animal Health Code 2015  telah mengatur transportasi hewan dan akan mengeluarkan berbagai standard lagi berasaskan kesrawan termasuk dalam pemotongan/penyembelihan (slaughter).
OIE mengelompokkan cakupan isu kesrawan sebagai berikut :
a. Kategori kelompok hewan
1.    pada hewan yang digunakan dalam pertanian dan
aquakultur untuk produksi,breeding dan hewan kerja
2.    hewan kesayangan termasuk hewan kesayangan eksotik
(tangkapan liar maupun spesies non tradisional)
3.    hewan yang dipergunakan untuk research/penelitian,pengujian (testing) dan pengajaran (teaching purposes)
4.    hewan liar di alam termasuk isu perburuannya,jenis jebakan hewan yang digunakan serta penggunaan jenis pestisida untuk vertebrata
5.    hewan yang digunakan untuk olah raga,rekreasi dan hiburan termasuk pula hewan dalam sirkus dan kebun binatang
b. Perkandangan (housing)
c. Manajemen
d. Transportasi
e. penyembelihan
f. Cara mematikan hewan untuk kontrol penyakit (penyembelihan yang manusiawi, eutanasia individu hewan, eliminasi/ pembunuhan massal untuk kontrol penyakit).
Pengaturan lainnya adalah dalam hal : a. Modifikasi genetik dan cloning; b. Seleksi genetik untuk hewan produksi dan hewan hobby;  c. Penanganan dengan prinsip-prinsip veteriner.





BAB IV
PEMBAHASAN

Kualitas kelangsungan hidup dari seekor hewan saat ini terus berkembang dan menjadi issue penting yang terkait kesejahteraannya, dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh bebrapa hal, yang sebagian besar merupakan intervensi manusia dan sebagianya juga oleh alam.  Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini menjadikan hewan bukan hanya sebagai sentra kebutuhan pokok manusia secara konsumtif, akan tetapi juga diarahkan untuk kepentingan nasional seperti sebagai sarana untuk penelitian, hiburan, pendidikan, konservasi dan keperluan khusus oleh instansi/lembaga tertentu. Untuk keberlangsungan hal itu, dengan seksama pemerintah mengaturnya sedemikian rupa sehingga terjaga kelestariannya untuk tetap menjaga kesejahteraannya selama kehidupannya.  Gangguan kesejahteraan hewan secara umum akan mempengaruhi kondisi hewan tersebut  dalam parameter fisiologis, psikologis dan ketahanan terhadap penyakit. Dengan adanya perubahan parameter tersebut diatas akan dapat merubah status kesejahteraan hewan dan memicu timbulnya faktor sekunder yang mempercepat proses timbunya penyakit tertentu.
            Gangguan kesejahteraan hewan tersebut dapat terjadi selama transportasi, selama berada dalam kandang, didalam Rumah Potong Hewan,  perlakuan dan metode-metode yang digunakan selama perlakuan dan lain-lain. Salah satu contoh sederhana gangguan kesejahteraan hewan itu adalah perilaku kasar manusia selama tindakan pengambilan sampel darah, penyuntikan, perpindahan hewan, pada saat bongkar dan muat hewan, bahkan  selama pada transportasi  dengan jarak tempuh yang cukup lama, tanpa makan dan minum, masa istirahat yang terbatas, kepadatan, suhu, kelembaban, alat angkut yang tidak strandar bahkan cara pengemudi mengatur jalu kendaraannya seperti berhenti tiba-tiba dan lain-lain akan dapat menyebabkan stress pada hewan sehingga mengacaukan status  hormonal  yang ditandai dengan peningkatan hormone kortisol, maupun hormone adrenalin, bahkan dapat menyebabkan kematian selama transportasi akibat  sarana dan prasarana transportasi (alat angkut ) yang tidak memadai (Gradin, 1996).
Pengabaian kesejahteraan hewan tidak hanya mempengaruhi kelangsungan hidup ternak, akan tetapi juga dapat berujung pada kualitas produk yang dihasilkan, dalam arti bahwa, hewan yang sejahtera  akibat perlakuan yang manusiawi  akan diperoleh produk dari hewan tersebut dengan baik, demikian sebaliknya. Sebagai contoh ketika hewan medapat perlakuan kasar selama sebelum dipotong makan kualitas daging/karkas yang diperoleh menjadi kurang baik atau yang disebut  Dark Firm Dry (DFD),  dimana  daging menjadi lebih gelap, kaku dan kering akibat peningkatan pH dalam otot yang melebihi normal dan penurunanan kadar Asam laktat  akibat berkurangnya persediaan glycogen pada otot  akibat stress, rasa takut dan sakit selama sebelum pemotongan terjadi.
Memang tidak  mudah untuk menentukan standar perilaku dan intervensi manusia terhadap hewan sehingga dapat memenuhi sebagai syarat standar kesejahteraannya. Sangat banyak cakupan dimensi yang harus dipandang agar dapat menentukan atau megeksekusi bahwa sesuatu hal itu termasuk bagian dari kesejahteraannya. Namun yang paling penting adalah bagaimana memperlakukan setiap hewan dengan baik tanpa mengurangi hak hidup dan kekebasannya. Perlu disadari juga bahwa hewan adalah tidak sama dengan manusia yang bisa diajak berkomunikasi/berdialog sehingga dapat memenuhi keinginan manusia. Dan sebagian besar keinginan manusia tidak sejalan dengan keinginan dan yang dirasakan oleh hewan, sehingga dengan keadaan yang demikian itu bisa saja memungkinkan terjadinya sikap-sikap manusia yang dianggap berlebihan terhadap hewan. Namun tidak hanya sampai disitu, ketika banyak pemerhati kesejahteraan hewan melakukan penelusuran dan penelitian, pengamatan, maka semakin dalam dan banyak dimensi yang harus diperhatikan dari hulu sampai hilir, bahkan bisa terjadi pelarangan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh masyarakat awam pada umumnya.
Sampai saat ini semakin banyak bermunculan protes terhadap perlakuan tidak manusiawi pada hewan, konsep kesejahteraan hewan mulai diberlakukan secara ketat dengan asas regulasi animal right. Pemerhati kesejahteraan hewan diberbagai negara berbeda-beda memahami dimensi kesejahteraan hewan tetapi  tanpa mengabaikan konsep dan prinsipnya, dan  tidak jarang dimensi yang dilibatkan juga adalah dimensi yang terbawa berdasarkan emosional dan perasaan sebagian pemerhati kesejahteraan sehingga sampai produk yang dihasilkanpun harus diperlakukan dengan baik. Hal tersebut memang tidak salah/keliru dan itu merupakan bentuk kepedulian terhadap apa yang telah memberi manfaat untuk manusia, akan tetapi bagai mana perilaku antara hewan yang satu dengan hewan yang lain yang kanibal (sebagai contoh), bagaimana kejadian pada buaya yang menerkam dan membunuh seekor kambing atau rusa? Siapa yang bisa melarang? Dan siapa yang menilai?
Manusia hendaknya mampu bertanggungjawab terhadap kelayakan hidup dan kehidupan hewan (baik yang dipelihara maupun yang hidup liar),  karena kehidupan hewan merupakan  bagian dari kehidupan manusia  seperti dalam mata rantai kehidupan dan pada hakikatnya hewan juga mempunyai perasaan kebosanan, kenyamanan, kesenangan, atau penderitaan selayaknya manusia (Eccleston, 2009). Partisipasi dan  kepedulian manusia terhadap hewan  akan memberikan rasa nyaman pada hewan terhadap segala perlakuan manusia baik pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi hewan. Hewan yang telah terpenuhi segala bentuk kesejahteraannya secara otomatis akan memberikan dampak dan manfaatnya untuk manusia yang pada akhirnya dengan kesejahteraan dan kesehatan hewan juga memberikan kesejehteraan secara ekonomis  dan kesehatan bagi manusia.

4.1. Kesejahteraan Hewan Di Karantina
Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun 2009). Yang dimaksud  Kesejahteraan Hewan adalah bagaimana hewan menghadapi kondisi dimana dia hidup. Hewan dalam keadaan kesejahteraan hewan yang baik jika (di indikasikan dengan bukti ilmiah) sehat, nyaman, cukup gizi, aman, dapat mengekspresikan perilaku bawaannya dan jika tidak menderita dari keadaan tidak menyenangkan seperti sakit, takut dan tertekan ( OIE, 2015). Penting untuk diperhatikan dan di anjurkan kepada pemilik hewan agar petugas (dari pihak pemilik hewan) yang mengangkut hewan keatas alat transportasi untuk tidak memberi perlakuan yang kasar yang menyebabkan hewan menjadi stress, yang terus berlanjut selama perjalanan dan penurunan /pembongkaran di tempat tujuan. 

4.2. Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (MP HPHK)
Dalam peraturan perundangan perkarantinaan  telah mempertimbangkan masalah  kesejahteraan hewan, seperti yang tertuang didalam  UU No 16 Tahun 2009 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah  No 82 tahun 2000 Tentang Karantina Hewan. Bahwa petugas karantina melakukan tindakan berupa Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan, Penahanan, penolakan, Pemusnahan dan Pembebasan (Pasal 10 UU No 16 Tahun 2009). Dalam setiap tindakan tersebut petugas tentunya berhubungan secara fisik/kontak dengan Media Pembawa (MPHPHK) terutama pada saat perlakuan terhadap MPHPHK (hewan besar maupun kecil). Perlakuan yang bersifat Preventif ( tindakan pencegahan penyakit dengan vaksinasi), bersifat Kuratif ( tindakan pengobatan dengan anitibotik), bersifat  promotif ( tindakan pemulihan kondisi dengan vitamin) ( Penjelasan Pasal 12 PP No 82 Tahun 2000) perlu juga mempertimbangkan nilai-nilai/prinsip kesejahteraan hewan  dengan menghindari rasa sakit yang berlebihan dari hewan, mengurangi tingkat stres hewan. Grandin.T (1996) menyatakan bahwa hewan yang diperlakukan dengan kasar dapat menyebabkan dua kali lebih banyak cedera (memar) dari hewan yang diperlakukan dengan lembut. Tingkat kesejahteraan hewan akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, reproduksi, dan patologi hewan (European Communities, 2007).
4.3. Persyaratan Instalasi Karantina Hewan (IKH)
Demikian juga dalam hal sarana dan prasana perkarantinaan seperti Insatalasi Karantina Hewan (IKH), bahwa dalam pembangunan IKH dipertimbangkan persyaratan kelayakan secara teknis dengan memperhatikan salah satu atau beberapa resiko yang menyebabkan gangguan terhadap  kesejahteraan hewan pada  (Pasal 80  PP No 82 Tahun 2000). Pada kandang penampungan/isolasi/instalasi harus dapat menampung hewan dengan kapasitas optimum sehingga hewan dapat bergerak dengan nyaman (Hidayat, 2011).  Instalasi karantina digunakan untuk keperluan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, pemusnahan,  harus memenuhi  prinsip kesejahteraan hewan seperti pemenuhan kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungannya memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari rasa sakit, ketakutan, dan tertekan  (Permentan  No. 34 Tahun 2006). Selama berada didalam IKH, hewan harus terjaga kesehatannya secara umum, karena jika tidak sehat atau masih sakit maka pihak karantina akan melakukan tindakan pengobatan hingga sembuh, dan jika tidak sembuh juga maka hewan tersebut tidak diijinkan untuk di lalulintaskan karena dianggap tidak layak untuk dibebaskan atau ditolak keberangkatannya, bahkan dapat dimusnahkan jika terjangkit penyakit golongan 1 karena dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan hewan yang lainnya dan berpotensi menyebarkan penyakit. Lagipula jika membebaskan hewan yang sakit merupakan bentuk kelalaian dan pelanggaran dalam hal menambah penderitaan hewan selama transportasi dan hal tersebut sudah termasuk mengabaikan prinsip kesejahteraan hewan.

4.4. Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan
Tidak hanya itu, karantina juga menekankan agar tidak terjadi kemungkinan gangguan kesejahteraan hewan dengan memperhatikan dan menilai serta mempersyaratkan secara teknis terhadap kelayakan alat angkut dan kemasan yang merupakan sarana transportasi hewan (Pasal 52-55 PP No 82 Tahun 2000). Alat angkut yang digunakan sebagai alat tansportasi MP HPHK harus memenuhi persyaratan untuk kesehatan hewan juga kesejahteraan hewan, karena alat angkut selain berpotensi menularkan penyakit,  juga dapat mengganggu kenyamanan hewan selama perjalanan menuju tujuan jika tidak memenuhi syarat kepadatan/kapasitas, kelembaban, suhu, kebersihan.  Transportasi memiliki peran penting untuk mempengaruhi tingkat stress hewan, faktor yang mempengaruhi stress selama transportasi adalah iklim, lama perjalanan, kapasitas dalam truk, dan getaran pada truk (Swanson and Tesch, 2001).  Dan setelah tiba di IKH  hewan harus diturunkan dalam waktu 30 menit setelah sampai untuk mengurangi tingkat stres pada hewan selama perjalanan (Menurut Meat and Livestock Australia (2012). Penanganan hewan selama berada ditransportasi sampai di Instalasi maupun di  RPH di harapkan dapat memberikan perlakuan dengan memperhatikan prinsip animal welfare karena perlakuan kasar pada hewan akan  dapat mempengaruhi tingkat stress dan kualitas daging (Gradin, T.1996). Demikian juga dengan kemasannya, harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga tidak menyebabkan kerusakan atau kebocoran pada MP HPHK, menjaga produk tetap utuh dan senantiasa terjaga higienitasny, sehingga  memberikan kesehatan bagi konsumen. Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dengan penjelasan keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran pangan dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang akan mengganggu, merugikan  dan membahayakan bagi kesehatan manusia.

4.5. KendalaYang Di Hadapi Secara Umum
Karakter dan pola pikir masyarakat yang bermacam-macam menjadikan sosialisasi yang diberikan dan pendekatan yang dilakukan kurang optimal,  dan penegakan ketentuan-ketentuan  hukum tentang kesejahteraan hewan menjadi lemah  akibat partisipasi  dan kesadaran masyarakat yang kurang sehingga untuk mewujudkan prinsip kesejahteraan hewan seutuhnya masih jauh dari harapan. Disamping itu pendampingan pemerintah yang terbatas akibat sumberdaya yang terbatas juga merupakan kendala yang sering dihadapi dan menjadi dilema apabila berhadapan dengan perilaku yang mengutamakan kebiasaan adat istiadat  dan kepentingan-kepentingan golongan tertentu sehingga secara umum dapat saja mengabaikan prinsip kesejahteraan hewan.
Titik kritis terjadinya gangguan kesejahteraan hewan adalah biasanya  karena pengetahuan dan  penerapan keterampilan  petugas  yang masih kurang,  sarana dan prasarana alat angkut dan IKH, serta lingkungan yang kurang mendukung. Pada saat perlakuan seperti pemberian obat atau pengambilan  darah yang biasanya sering mendapat perlawanan dari hewan, pada saat itu tanpa disadari petugas harus mengandling  dan memasukkan sejumlah dan berbagai jenis obat. Proses menaikan atau menurunkan dari alat angkut oleh anak kandang atau petugas dari pihak pemilik hewan juga biasanya sering mendapatkan perlawanan dari hewan, pada saat itu juga bisa saja terjadi perlakuan yang tidak nyaman untuk hewan.
Pada alat angkut juga bisa terjadi  benturan-benturan hewan yang dapat melukai hewan, biasanya kelayakan alat angkut belum seluruhnya sempurna dan belum seluruh unsure desain yang dipersyaratkan bisa terpenuhi, karena desain alat angkut yang digunakan saat ini belum banyak didesain khusus untuk hewan, yang  pada akhirnya digunakan alat angkut yang umum digunakan dan hanya dimodifikasi seperlunya saja.  Ketidaknyamanan hewan juga dapat diperoleh selama transportasi dari daerah asal ke daerah  tujuan, keadaan  dan  situasi  selama  perjalanan  yang  kadang  tidak bisa diprediksi optimalisasinya bisa menyebabkan gangguan kesejahteraan hewan.
Didalam IKH pun bisa terjadi gangguan kesejahteraan hewan jika jumlah atau frekwensi  hewan yang sedang keluar/masuk sedang tinggi/banyak. Kepadatan populasi ternak dalam kandang instalasi akan mengurangi kebebasan gerak menggangu kesejahteraan hewan, ditambah lagi lingkungan IKH  yang terlalu kotor, minim penerangan, minim persediaan air minum, kebisingan yang tinggi, dan lain sebagainya. 





BAB V
KESIMPULAN


Kesimpulan
1.         Penerapan konsep Kesejahteraan hewan (animal welfare) dalam  perspektif  karantina hewan baik dalam  tindakan karantina hewan, Alat angkut, sarana prasana Instalasi Karantina Hewan  (IKH) telah mempertimbangkan prinsip kesejahteraan hewan (Animal wefare) sesuai dengan peraturan perudangan perkarantinaan yang berlaku ((Pasal 10 UU No 16 Tahun 2009), Pasal 52-55, 80 PP No 82 Tahun 2000), Penjelasan Pasal 12 PP No 82 Tahun 2000)  dan (Permentan  No. 34 Tahun 2006).
2.         5 Aspek kesejahteraan hewan yang perlu diperhatikan, bahwa hewan harus mendapatkan kebebasan  dari rasa lapar dan haus,  kebebasan dari rasa panas dan tidak nyaman,  kebebasan  dari luka, penyakit dan sakit, kebebasan dari rasa takut dan penderitaan, kebebasan untuk  mengekspresikan perilaku normal dan alami.







DAFTAR  PUSTAKA

Anonim,2009. Kesejahteraan Hewan Sapi. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan-sapi. Diakses pada 16 November 2011
Abrianto, 2009. Kesejahteraan Hewan. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan. Diakses pada 16 November 2011
Compassion in World Farming.  2012.   History and Achievement. http://www.ciwf.org.uk/about_us/history_achievements/default.aspx (Diunduh pada 12 Maret 2012).
European Communities.  2007.  Factsheet: Animal Welfare March 2007.  Directorate-General for Health and Consumer Protection.  European Commission.  Brussels.  
Eccleston KJ. (2009). Animal Welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur. Australian Consortium For In-Country Indonesian Studies Angkatan Ke-28.
Grandin T. (1996). Factors that impede animal movement at slaughter plants. Journal of the American Veterinary Medical Association 129: 757.
Hidayat MM. (2011). Kedatangan Ternak ke RPH “Unloading dan Lairaging”. Bogor.
Moeljatno, 2008, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, cetakan 27, Bumi Aksara, Jakarta.
Meat and Livestock Australia. (2012). Prosedur Standar Operasional untuk Kesejahteraan Ternak. Australia.
OIE, 2015. “Introduction To Recommendation For Animal Welfare” cahpter 7.1 terrestrial animal health code dan “transport of animals by sea”  (Tata cara transportasi hewan melalui laut terjemahan Oleh Putu Ayu Riski)
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/permentan/ot.140/7/2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
Main D. 2003. Pengamatan Kesrawan dan Lima Kebebasan Hewan. University of Bristol and WSPA. Indonesia Medicus Veterinus Juni 2015 4(3) : 238-248 pISSN : 2301-7848;eISSN : 2477-6637 248
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Undang-Undang  No 14 Tahun 2014. Perubahan Atas Undang-Undang No 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Swanson JC and Tesch JM. (2001). Cattle transport: Historical, research, and future perspectives. American Society of Animal Science. J. Anim. Sci. 79 (E. Suppl.): E102–E109. 












PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN

          PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN           Bersyukur Kepada Allah SWT, telah diberi kesempatan hidup sebaga...