Penulis: Drh. Amirullah
Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar
Wilker Pelabuhan Penyebrangan Ferry Sape
Email: ame_vet08@yahoo.com Blog: amirdrh.blogspot.com
Hp: 085237706770
Karantina Wilker Sape menahan 5 (Lima) ekor anjing muda asal daerah Sumbawa (menurut pengakuan pemilik) pada tanggal 25 Februari 2013 pukul 08.00 WITA dipelabuhan penyebrangan ferry sape sebagai pintu keluar masuk segala macam komoditi dengan berita acara penahanan Nomor 2013.1.045.08.8a.K.000031. Penahanan dilakukan karena lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) tersebut diketahui secara ilegal dan tidak dilengkapi dengan dokumen resmi yang dipersyaratkan oleh karantina serta tidak dilengkapi dengan surat rekomendasi pengeluaran (daerah asal) dan rekomendasi pemasukan (daerah tujuan) serta keterangan kesehatan hewan lainnya. Penahanan ini yang ketiga kalinya pada bulan februari 2013, sedangkan pada tahun 2011 karantina wilker sape telah menjaring/menahan dan memusnahkan lebih dari 20 ekor anjing illegal, dan tahun 2012 sebanyak 8 ekor anjing ilegal yang berasal dari Denpasar, Surabaya, dan NTB sendiri dengan tujuan flores NTT untuk kepentingan diperdagangkan/konsumsi serta pelihara.
Setelah dilakukan penahanan, kemudian didata dan langsung diberikan brosur serta diberi waktu hingga 7-14 hari kedepan untuk melengkapi dokumen yang dipersyaratkan karantina dan dijelaskan mengenai prosedur yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang sebenarnya, dan dipahami untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dengan keadaan/situasi seperti ini “oknum terus lolos melakukan lalulintas Hewan pembawa Rabies (HPR)” apakah bisa NTB mempertahankan statusnya tetap bebas rabies? Tidak ada yang bisa menjamin NTB akan terus tetap bebas rabies. Yang ada hanya tetap terus dilakukan pengawasan semaksimal dan seketat mungkin. Siapa saja sebenarnya yang harus menjaga wilayah NTB ini agar tidak tertular rabies? Dan siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab jika NTB tertular rabies? Mari kita sama-sama pikirkan bagaimana solusi agar NTB bisa tetap bebas dari rabies. Sekali lagi sekedar mengigatkan dan mengharapkan ada kerja sama yang kuat dan efektif antara Karantina, Dinas Peternakan dan Pertanian, Dinas Perhubungan, Polisi KP3, Polair yang berada didaerah setempat. Kerja sama itu tidak hanya dalam bentuk sebuah lembaran kebijakan semata, melainkan harus dengan TIM Pengawas tersendiri yang turun langsung kelapangan sehingga dengan demikian kita akan memahami bagaimana Hewan Pembawa Rabies bisa masuk dan keluar secara ilegal. Petugas Karantina disetiap pintu pemasukan dan pintu pengeluaran komoditi sangat terbatas jumlahnya, jadi tidak semua 100% tercover. Kepentingan dan tugas pengawasan ini bukan hanya kepentingan dan tugas satu pihak, melainkan kepentingan dan tugas kita bersama dan menyangkut kesalamatan kita semua yang hidup dan tinggal dipulau Lombok (NTB) .
Sosialisasi, Pengawasan, Penahanan, serta Pemusnahan HPR ilegal akan terus dilakukan oleh karantina wilker sape semaksimal dan seketat mungkin, menginggat NTB masih bebas Rabies dan sekarang berada dalam posisi terancam oleh dua pulau yang endemis rabies seperti pulau Flores dan Bali. Hal itu dilakukan untuk upaya pelaksanaan Undang-undang dan tanggungjawab Institusi Karantina untuk mencegah keluar, masuk dan menyebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) di seluruh Wilayah Republik Indonesia pada umumnya dan wilayah NTB khususnya dan mengacu pada UU No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan, serta Keputusan Badan Karantina Pertanian No 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera, dan sebangsanya) dan surat edaran Gubernur NTB melalui Dinas Peternakan Provinsi NTB dengan No: 524/3337Disnakwan Tentang Penghargaan Daerah Bebas Rabies dengan inti agar terus mempertahankan NTB Tetap Bebas Rabies.
Senin, 25 Februari 2013
Selasa, 05 Februari 2013
KARANTINA WILKER PELABUHAN FERRY SAPE MENAHAN 2 EKOR ANJING ASAL SURABAYA
Penulis: Drh. Amirullah
Medik Veteriner Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Sumbawa Besar
Wilker Pelabuhan Penyebrangan Ferry Sape
Email: ame_vet08@yahoo.com Blog: amirdrh.blogspot.com
Lagi-lagi Karantina Wilker Sape menahan 2 (dua) ekor anjing muda asal daerah Surabaya pada tanggal 1 Februari 2013 pukul 16.15 WITA dipelabuhan penyebrangan ferry sape sebagai pintu keluar masuk segala macam komoditi dengan berita acara penahanan Nomor 2013.1.045.08.8a.K.000012. Penahanan dilakukan karena lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) tersebut diketahui secara ilegal dan tidak dilengkapi dengan dokumen resmi yang dipersyaratkan oleh karantina serta tidak dilengkapi dengan surat rekomendasi pengeluaran (daerah asal) dan rekomendasi pemasukan (daerah tujuan) serta keterangan kesehatan hewan lainnya. Pada tahun 2011 karantina wilker sape telah menjaring lebih dari 20 ekor anjing illegal, dan tahun 2012 sebanyak 8 ekor anjing ilegal yang berasal dari Denpasar, Surabaya, dan NTB sendiri dengan tujuan flores NTT untuk kepentingan diperdagangkan/konsumsi serta pelihara.
Sosialisasi, Pengawasan, Penahanan, serta Pemusnahan HPR ilegal akan terus dilakukan oleh karantina wilker sape semaksimal dan seketat mungkin, menginggat NTB masih bebas Rabies dan sekarang berada dalam posisi terancam oleh dua pulau yang endemis rabies seperti pulau Flores dan Bali. Hal itu dilakukan untuk upaya pelaksanaan Undang-undang dan tanggungjawab Institusi Karantina untuk mencegah keluar, masuk dan menyebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) di seluruh Wilayah Republik Indonesia pada umumnya dan wilayah NTB khususnya dan mengacu pada UU No 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan, serta Keputusan Badan Karantina Pertanian No 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera, dan sebangsanya) dan surat edaran Gubernur NTB melalui Dinas Peternakan Provinsi NTB dengan No: 524/3337Disnakwan Tentang Penghargaan Daerah Bebas Rabies dengan inti agar terus mempertahankan NTB Tetap Bebas Rabies,
NTB harus terus mempertahankan status bebas rabiesnnya hingga tahun 2020 dan tetap masuk dalam kelompok daerah bebas rabies bersama 8 provinsi bebas lainnya dan mencapai agenda Zoonosis Free Asean 2020 Agar tetap menjadi daerah favorit tujuan wisata domestik dan manca yang menjamin keselamatan dan ketenangan para wisatawan dan masyarakat NTB sendiri. Oleh karena itu diharapkan ada kerja sama yang kuat dan efektif antara Karantina Dinas Peternakan dan Pertanian, Dinas Perhubungan, Polisi KP3, Polair yang berada didaerah setempat. Kerja sama itu tidak hanya dalam bentuk sebuah lembaran kebijakan semata, melainkan harus dengan TIM Pengawas tersendiri yang turun langsung kelapangan sehingga dengan demikian kita akan memahami bagaimana Hewan Pembawa Rabies bisa masuk dan keluar secara ilegal. Petugas Karantina disetiap pintu pemasukan dan pintu pengeluaran komoditi sangat terbatas jumlahnya, jadi tidak semua 100% tercover. Kepentingan dan tugas pengawasan ini bukan hanya kepentingan dan tugas satu pihak, melainkan kepentingan dan tugas kita bersama dan menyangkut kesalamatan kita semua yang hidup dan tinggal dipulau Lombok (NTB) .
Langganan:
Postingan (Atom)
PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN
PETANI MUDA ASET EKONOMI PERTANIAN INDONESIA MASA DEPAN Bersyukur Kepada Allah SWT, telah diberi kesempatan hidup sebaga...
-
EKTOPARASIT DAN PENGENDALIANNYA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Parasit merupakan organism...
-
KARYA TULIS ILMIAH KESEJAHTERAAN HEWAN ( ANIMAL WELFARE ) DALAM PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN Oleh ...
-
Penulis: Drh. Amirullah Medik Veteriner Balai Karantina (BKP) Kelas I Mataram Email: ame_vet08@yahoo.com Blog: amirdrh.blogspot.com ...